Parah, Israel Libatkan Kakek 71 Tahun Ikut Perang di Lebanon, Si Kakek Mati Tertembak, 3 IDF Tewas
TRIBUNNEWS.COM- Kebijakan tidak manusiawi diperlihatkan Israel, tidak hanya terkait dengan korban perang, tapi juga kebijakan kepada warganya yang ikut berperang.
Israel melibatkan mantan tentara yang berusia tua untuk ikut berperang. Seorang kakek berusia 71 termasuk di antara 3 tentara Israel yang tewas dalam penyerangan mereka ke Lebanon.
Kegagalan besar terjadi di antara tentara Israel yang mengizinkan seorang kakek berusia 71 tahun masuk ke medan perang di Lebanon.
Malang bagi si Kakek, dia tewas tertembak dalam perang di Lebanon tersebut, namanya termasuk di antara nama tentara Israel yang telah diumumkan tewas.
Tentara Israel mengumumkan bahwa tiga tentaranya tewas dalam pertempuran di Lebanon selatan pada hari Rabu (20/11/2024).
Di Lebanon, Israel terus melancarkan serangan terhadap Hizbullah yang dimulai sejak akhir September.
Tentara Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Zev Hanoch Erlich (71 tahun), dari Ofra, tewas dalam pertempuran di Lebanon selatan.
Seorang tentara lain juga tewas dalam insiden itu. Keluarganya telah diberitahu, namun namanya belum diizinkan untuk disebutkan dan pengumuman."
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa seorang tentara lainnya terluka parah dan dibawa ke rumah sakit.
Sebelumnya pada hari Rabu, tentara mengumumkan bahwa salah satu tentaranya tewas dalam pertempuran di Lebanon selatan.
Jumlah ini menjadikan jumlah tentara Israel yang tewas dalam pertempuran di Lebanon menjadi 52 orang sejak dimulainya serangan Israel.
Menurut Dewan Pemukiman Yesha, yang mewakili pemukim Israel yang tinggal di Tepi Barat yang diduduki, Ehrlich adalah “pelopor penelitian di bidang geografi, arkeologi, dan sejarah Yahudi.”
Pembunuhan tentara-tentara ini terjadi di tengah upaya internasional yang intensif yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mencapai perjanjian gencatan senjata di Lebanon.
Ketika utusan Amerika untuk Lebanon, Amos Hochstein, mengumumkan kepindahannya ke Israel pada hari Rabu dari Beirut, dan mencatat bahwa “kemajuan tambahan” telah dicapai. telah tercapai.
Hizbullah membuka front untuk mendukung Gaza melawan Israel setelah serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dilancarkan Hamas terhadap Israel selatan pada 7 Oktober 2023, yang menyebabkan pecahnya perang di Jalur Gaza.
Hizbullah dan tentara Israel terlibat perang terbuka pada tanggal 23 September, dan tentara Israel menembus Lebanon selatan seminggu kemudian.
Penyerangan dan pemboman Israel di berbagai wilayah Lebanon serta konfrontasi telah menyebabkan kematian lebih dari 3.540 orang di Lebanon sejak Oktober 2023, sebagian besar sejak kampanye pemboman kekerasan Israel dimulai pada 23 September.
Media Israel Sebut Hanoch Erlich Mantan Kolonel di Pasukan Cadangan
Media Israel, i24news menyebutkan Ze'ev (Jabbo) Hanoch Erlich merupakan Warga sipil Israel terbunuh setelah masuk medan perang untuk membantu pasukan IDF perang di Lebanon.
Selama serangan Hizbullah, Ze'ev (Jabbo) Hanoch Erlich yang berusia 71 tahun tewas.
Dia masuk bersama dengan pejuang Golani untuk memberikan keahliannya dalam berperang di medan perang.
Seorang warga sipil Israel berusia 71 tahun tewas pada hari Rabu setelah serangan di Lebanon selatan.
Ze'ev Hanoch Erlich, dari komunitas Tepi Barat Ofra, masuk bersama Brigade Infanteri Golani untuk memberikan keahlian di medan.
Dia sebelumnya adalah seorang kolonel di pasukan cadangan yang akrab dengan wilayah Lebanon selatan tempat brigade itu beroperasi.
Erlich juga seorang arkeolog dan peneliti tanah Israel.
Keberhasilan Hizbullah Tembak Mantan Kolonel yang Bantu IDF
Mantan tentara berusia 71 tahun bergabung dengan pasukan IDF di Lebanon, ditembak oleh Hizbullah.
Eks Kolonel Ahli geografi dan sejarawan terkenal Ze'ev 'Jabo' Erlich disergap oleh pejuang Lebanon saat meninjau benteng kuno; prajurit Brigade Golani lainnya tewas dalam insiden tersebut
Ze'ev "Jabo" Hanoch Erlich, seorang mantan kolonel berusia 70 tahun dan sarjana geografi Israel.
Dia tewas pada hari Rabu dalam bentrokan dengan Hizbullah saat mengawal pasukan IDF di Lebanon selatan.
Tentara yang Berusia Muda Kehilangan Semangat Perang
Laporan media Israel berbahasa Ibrani, Haaretz mengulas seputar kekuatan personel militer Israel yang masih muda menurun drastis seiring berlanjut dan meluasnya perang di berbagai front.
Sejauh ini, Israel mengandalkan personel dari warga sipil untuk masuk ke pasukan cadangan (reserve division) dalam kerangka wajib militer untuk memenuhi kebutuhan tentara di medan perang.
Pasukan cadangan ini menjadi ujung tombak Tentara Israel (IDF) dalam agresi yang dilakukan di Jalur Gaza maupun di Lebanon Selatan.
Haaretz mengabarkan, awalnya, setelah serangan Banjir Al-Aqsa yang dilancarkan oleh milisi perlawanan Palestina, Hamas di permukiman sekitar Gaza pada 7 Oktober 2023, banyak warga Israel yang mendaftar menjadi pasukan cadangan di tentara Israel sebagai aksi balas dendam.
"Ketika perang terus berlanjut dan di tengah banyaknya kerugian manusia dan ekonomi, perilaku menolak untuk mengabdi semakin meningkat di kalangan prajurit cadangan," kata laporan media tersebut dikutip Khaberni, Rabu (20/11/2024).
Haaretz mengungkapkan kalau sepertiga dari korban perang di kalangan tentara Israel adalah anggota pasukan cadangan.
Meningkatnya angka desersi pasukan cadangan ini juga merujuk pada naiknya keraguan mengenai motif untuk melanjutkan perang.
"Terutama soal kelelahan ekstrem yang dialami prajurit cadangan setelah bertempur dalam waktu yang lama di perang jangka panjang. Banyak dari mereka yang mengabdi (memenuhi panggilan wajib militer) selama perang berlangsung,. Hal ini menyebabkan mereka harus jauh dari keluarga selama berbulan-bulan, dan beberapa dari mereka kehilangan pekerjaan atau harus berhenti belajar," kata lapora tersebut mengulas faktor-faktor penyebab tingginya angka desersi militer di pasukan cadangan IDF .
Menurut surat kabar Haaretz, sepertiga tentara cadangan Israel bertugas lebih dari 150 hari, dan setengah dari mereka bertugas lebih dari 100 hari, selama 13 bulan perang.
"Banyak anggota cadangan merasa semakin tidak puas dengan dukungan pemerintah terhadap rancangan undang-undang yang memperbolehkan orang Yahudi ultra-Ortodoks untuk terus dibebaskan dari dinas militer, sehingga menambah beban bagi anggota pasukan cadangan," kata laporan tersebut.
Satu tahun setelah perang Gaza meletus, tingkat respons untuk memenuhi panggilan bertugas di pasukan cadangan menurun tajam.
"Antara 15 persen dan 25?ri semua tentara cadangan tidak hadir saat dipanggil, sedangkan tingkat respons adalah 100 persen pada awal perang," kata laporan tersebut.
Kurangnya respons mendorong tentara Israel, pada bulan November 2024, untuk mengurangi aktivitas militer tentara cadangan dari rata-rata 20 minggu per prajurit menjadi hanya 9 minggu, untuk mengurangi tekanan pada mereka dan memotivasi mereka agar patuh ketika dipanggil untuk bertugas.
Ribuan IDF Menolak Bertugas
Adapun IDF mengatakan saat ini tengah berhadapan dengan masalah disersi besar-besaran.
Sejumlah besar tentara cadangan (reserve division) Israel dilaporkan menolak mematuhi perintah untuk dikerahkan ke putaran baru pertempuran yang terjadi di berbagai front, termasuk di Jalur Gaza dan di front utara melawan Hizbullah.
"IDF mengatakan ada kenaikan 15 hingga 25 persen dalam pasukan cadangan yang menolak untuk menghadap ke markas untuk diterjunkan ke pertempuran di Gaza dan Lebanon selatan," tulis laporan RNTV, Senin (11/11/2024).
Tingginya angka disersi pasukan cadangan Israel ini telah mempengaruhi keputusan operasional militer IDF.
Menurut IDF, sejumlah alasan umum penolakan bertugas ini adalah kelelahan perang di antara tentara yang berpartisipasi dalam pertempuran selama berbulan-bulan pada suatu waktu; dan sekarang dipanggil lagi.
Selain itu, tidak ada dana yang dialokasikan untuk mendukung kehidupan para anggota pasukan cadangan.
Sebagai informasi, pasukan cadangan ini direkrut dari sipil yang dikenai wajib militer. Dengan begitu, saat mengikuti program wajib militer, banyak dari mereka terpaksa kehilangan bisnis dan pendapatan.
Rancangan undang-undang yang sangat diperjuangkan yang tampaknya untuk mengecualikan para pria dari Kaum Yahudi Haredi – sekitar 60.000 orang – dari wajib militer juga memainkan peran dalam insiden desersi besar- besaran ini.
"Situasi ini menempatkan tekanan lebih lanjut pada operasi IDF," tulis RNTV.
SUMBER: Aawsat, i24news, Tribunnews