TRIBUNNEWS.COM - Gencatan Israel dengan Hizbullah Lebanon hanya sebuah omong kosong belaka.
Buktinya, Israel melakukan serangan udara terbesarnya di Lebanon sejak kesepakatan gencatan senjata dengan Hizbullah diteken.
Dikutip dari AP News, akibat serangan tersebut, setidaknya 11 orang dilaporkan tewas pada Senin (2/12/2024).
Setelah itu, Hizbullah membalas dengan melepaskan serangkaian proyektil sebagai peringatan atas apa yang dikatakannya sebagai pelanggaran gencatan senjata.
Proyektil tersebut tampaknya merupakan pertama kalinya Hizbullah membidik pasukan Israel setelah gencatan senjata 60 hari mulai berlaku Rabu lalu.
Gencatan senjata yang semakin rapuh tersebut bertujuan untuk mengakhiri perang lebih dari setahun antara Hizbullah dan Israel.
Sementara itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan bahwa Angkatan Udara Israel (IAF) melakukan serangan besar-besaran terhadap Hizbullah.
IDF mengumumkan bahwa puluhan peluncur roket dan infrastruktur Hizbullah lainnya di seluruh Lebanon telah dihancurkan pada Senin malam.
Di antara sasarannya adalah peluncur di daerah Berghoz, Lebanon selatan, yang diserang tak lama setelah Hizbullah menembakkan dua proyektil ke arah Gunung Dov.
IDF mengatakan, tindakan Hizbullah merupakan pelanggaran yang jelas terhadap perjanjian gencatan senjata antara Israel dan Lebanon dan meminta otoritas Lebanon untuk bertanggung jawab dan mencegah Hizbullah beroperasi di wilayahnya.
"Negara Israel tetap berkewajiban untuk memenuhi persyaratan perjanjian gencatan senjata di Lebanon," kata militer dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Ynet.
Baca juga: Hizbullah Balas Israel yang Langgar Gencatan Senjata, Tembakkan 2 Rudal ke Peternakan Shebaa
IDF menambahkan mereka "siap untuk terus beroperasi di mana pun diperlukan dan akan terus beroperasi untuk membela warga sipil Israel".
The New Arab melaporkan, serangan itu menargetkan penyeberangan di sepanjang perbatasan Lebanon-Suriah, sementara sumber-sumber Lebanon mengindikasikan serangan IDF tambahan di Lebanon selatan.
Kantor Berita Nasional Lebanon melaporkan pesawat tak berawak Israel terbang di atas Beirut, khususnya distrik Dahieh yang didominasi Hizbullah.
Serangan itu terjadi beberapa jam setelah Hizbullah menembakkan dua mortir ke wilayah Israel pada hari sebelumnya, menandai insiden pertama sejak gencatan senjata di Lebanon mulai berlaku minggu lalu.
Mortir itu mendarat di area terbuka di Gunung Dov, tidak menimbulkan korban atau kerusakan.
Hizbullah mengaku bertanggung jawab, dan menggambarkan serangan itu sebagai “respons defensif dan peringatan”, dengan mengklaim mereka menargetkan pos terdepan Israel di dekat Desa Shebaa.
Para pemimpin Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz, telah menjanjikan tanggapan tegas terhadap pelanggaran gencatan senjata.
Sebelumnya, sirene berbunyi di komunitas Lehavot HaBashan di Israel utara, meskipun IDF kemudian mengonfirmasi bahwa itu adalah alarm palsu.
Baca juga: Israel Langgar Gencatan Senjata dengan Hizbullah, Lebanon Membara Lagi
Secara terpisah, IDF mengumumkan bahwa sebuah kapal rudal angkatan laut mencegat sebuah pesawat nirawak di atas Laut Merah pada hari Senin.
Pesawat nirawak tersebut, yang diluncurkan dari timur, dihancurkan sebelum dapat memasuki wilayah udara Israel, menurut militer.
Mengancam Kesepakatan Gencatan Senjata
Juru bicara parlemen Lebanon, Nabih Berri, menuduh Israel melanggar gencatan senjata lebih dari 50 kali dalam beberapa hari terakhir dengan melancarkan serangan udara, menghancurkan rumah-rumah di dekat perbatasan, dan melanggar wilayah udara Lebanon.
Para pejabat di AS — yang bersama Prancis membantu menjadi perantara gencatan senjata dan mengepalai komisi yang dimaksudkan untuk memantau kepatuhan terhadap kesepakatan — mengecilkan arti penting serangan Israel.
Baca juga: Israel Tuding Iran Diam-diam Pasok Senjata ke Hizbullah saat Pemberontakan di Suriah Berlangsung
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby mengatakan, "Secara umum, gencatan senjata masih berlaku."
"Kami telah mengurangi jumlah serangan dari puluhan menjadi satu serangan per hari, mungkin dua serangan per hari," kata Kirby kepada wartawan, dikutip dari AP News.
"Kami akan terus berusaha dan melihat apa yang dapat kami lakukan untuk menguranginya menjadi nol," lanjutnya.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Hizbullah memiliki waktu 60 hari untuk menarik pasukan dan infrastrukturnya dari Lebanon selatan.
Selama waktu tersebut, pasukan Israel juga harus mundur ke sisi perbatasan mereka.
(Tribunnews.com/Whiesa)