News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Peta Menunjukkan Negara Mana yang Paling Aman jika Terjadi Perang Nuklir dan Krisis Kelaparan

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Peta Menunjukkan Negara Paling Aman Jika Terjadi Perang Nuklir dan Kelaparan

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah peta menunjukkan negara-negara yang paling aman dari dampak kelaparan yang disebabkan oleh perang nuklir, menurut sebuah simulasi ilmiah.

Saat konflik di seluruh dunia belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir, pembicaraan tentang perang nuklir semakin sering terdengar di panggung internasional.

Ledakan nuklir dan radiasinya—serta efek panas dan ledakan—akan mengakibatkan kematian besar-besaran dalam waktu singkat.

Selain itu, ledakan nuklir juga akan berdampak besar pada pasokan makanan, mengingat perubahan yang ditimbulkannya pada atmosfer, permukaan, lautan, dan perdagangan internasional.

Sekitar 6,7 miliar orang diprediksi akan mati karena kelaparan, menurut sebuah model yang dipelajari oleh Nature Food, sebuah jurnal penelitian tentang produksi pangan.

Negara-negara yang tidak akan mengalami penurunan populasi di antaranya adalah Argentina, Brasil, Uruguay, Paraguay, Kosta Rika, Panama, Haiti, Australia, Islandia, dan Oman, menurut penelitian tersebut.

Di wilayah-wilayah ini (diwarnai hijau pada peta), konsumsi makanan dinilai cukup untuk mendukung aktivitas fisik saat ini di negara-negara tersebut.

Situasi ini berbanding terbalik dengan wilayah dunia yang diprediksi akan mengalami kematian massal akibat kelaparan (diwarnai merah pada peta), termasuk AS, Kanada, sebagian besar Eropa, dan Rusia.

Ada juga beberapa negara yang tidak akan menderita kelaparan, tetapi akan mengalami penurunan asupan kalori hingga ke titik di mana penduduknya akan kehilangan berat badan.

Peta Menunjukkan Negara Paling Aman Jika Terjadi Perang Nuklir dan Kelaparan

Indonesia termasuk dalam kategori tersebut (ditandai dengan warna oranye pada peta).

Skenario ini, yang diproyeksikan terjadi pada tahun kedua setelah perang nuklir, didasarkan pada "kasus peternakan parsial."

Baca juga: Poseidon, Torpedo Kiamat, Salah Satu dari 6 Senjata Super Rusia, Bisa Picu Tsunami & Radiasi Nuklir

Kasus peternakan parsial adalah skenario yang memodelkan potensi manusia untuk mengonsumsi pakan ternak, seperti jagung dan kedelai, setelah perang nuklir.

Dalam skenario ini, sebagian pakan ternak digunakan untuk konsumsi manusia, sementara sisanya digunakan untuk beternak.

Sebagai perbandingan, ada dua skenario lain:

  • "Kasus peternakan" di mana produksi ternak tetap dilanjutkan, dan
  • "Kasus tanpa ternak" di mana semua ternak dibunuh pada tahun pertama dan 50 persen biji-bijian ternak digunakan untuk konsumsi manusia.

Ketiga skenario ini menggunakan data populasi dan asupan kalori rata-rata dari tahun 2010, serta mengasumsikan tidak adanya perdagangan internasional.

Dalam "kasus peternakan parsial," sekitar 312,2 juta orang di AS akan mati kelaparan, yakni 98 persen dari populasi.

Lokasi Paling Aman untuk Berlindung di Dalam Gedung saat Terjadi Ledakan Nuklir

Tahun lalu, sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Physics of Fluids menganalisis lokasi paling aman di dalam sebuah gedung untuk berlindung jika terjadi ledakan bom nuklir di dekatnya.

Dengan asumsi gedung tersebut tidak berada di dalam area bola api ledakan awal, yang akan menyebabkan semua orang menguap, bahaya utama selain radiasi adalah gelombang ledakan besar yang datang setelah ledakan.

Studi ini menemukan bahwa tempat terbaik untuk berlindung adalah di gedung yang kokoh, di ujung ruangan yang jauh dari pintu atau jendela, dan idealnya di sudut ruangan.

Para penulis studi dari Universitas Nicosia di Siprus menggunakan pemodelan komputer canggih untuk menyelidiki bagaimana gelombang ledakan nuklir berkekuatan 750 kiloton—sekitar tiga kali lebih kuat dari bom "Fat Man" yang dijatuhkan di Nagasaki pada tahun 1945—dan angin berkecepatan tinggi yang menyertainya akan bergerak melalui sebuah bangunan, serta seberapa kuat gaya yang muncul di seluruh ruangan.

Ancaman Rudal Rusia

Studi dari Nature Food yang dirilis tahun 2022 ini, kembali disorot setelah mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev, sekutu Vladimir Putin, mengatakan bahwa Oreshnik, rudal Rusia yang baru saja diuji tidak dapat ditembus oleh sistem pertahanan udara Barat dan dapat mencapai ibu kota Eropa dalam hitungan menit.

"Eropa bertanya-tanya kerusakan apa yang dapat ditimbulkan oleh sistem itu jika hulu ledaknya nuklir, apakah mungkin untuk menembak jatuh rudal-rudal ini, dan seberapa cepat rudal-rudal tersebut akan mencapai ibu kota Dunia Lama," tulis Medvedev di Telegram pada Minggu (24/11/2024).

"Jawabannya: kerusakannya tidak dapat diterima, tidak mungkin untuk menembak jatuh dengan cara-cara modern, dan kita berbicara dalam hitungan menit."

Baca juga: Geng Biden Dituding Sedang Persiapkan Perang Nuklir dengan Rusia

Pada awal November 2024, Putin menyetujui perubahan pada doktrin nuklir Rusia, termasuk menurunkan ambang batas untuk respons nuklir.

Rusia sebelumnya telah memperingatkan akan adanya respons nuklir jika keberadaannya terancam, meskipun banyak yang memperdebatkan apa maksud sebenarnya dari ancaman tersebut.

Pedoman yang direvisi kini merujuk pada ancaman kritis terhadap kedaulatan serta integritas teritorial Rusia dan Belarus.

Paragraf 10 doktrin tersebut menyatakan bahwa Rusia akan menganggap agresi dari negara mana pun dalam blok atau aliansi sebagai agresi terhadap koalisi secara keseluruhan.

Paragraf ke-11 menyebutkan bahwa agresi terhadap Rusia dan/atau sekutunya oleh negara non-nuklir mana pun, dengan partisipasi atau dukungan negara nuklir, akan dianggap sebagai serangan gabungan.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini