Padahal, Parlemen Korea Selatan telah mengajukan mosi pada Kamis (5/12/2024) dini hari untuk memakzulkan Presiden Yoon.
PPP mengatakan akan menentang mosi tersebut, tetapi partai telah terpecah belah akibat krisis itu.
Partai Demokratik Korea (DPK) yang merupakan oposisi, memiliki mayoritas suara di parlemen.
Mereka hanya membutuhkan setidaknya delapan anggota parlemen dari partai yang berkuasa untuk mendukung RUU tersebut agar segera disahkan.
"Pernyataan darurat militer oleh rezim Yoon Suk Yeol menyebabkan kebingungan dan ketakutan besar di antara rakyat kami," kata anggota parlemen DPK, Kim Seung-won dalam Majelis Nasional Korea Selatan, dikutip dari Reuters.
Baca juga: Presiden Korsel Yoon Suk-yul Hadapi Tuntutan Pemecatan, Pilih Mengundurkan Diri atau via Pemakzulan?
Partai-partai oposisi membutuhkan mayoritas dua pertiga untuk meloloskan RUU pemakzulan.
Jika lolos, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan kemudian akan memutuskan apakah akan mendukung usulan tersebut–proses yang dapat memakan waktu hingga 180 hari.
Jika Yoon diskors dari menjalankan kekuasaan, Perdana Menteri Han Duck-soo akan menggantikannya sebagai pemimpin.
Jika presiden yang sedang berjuang mengundurkan diri atau diberhentikan dari jabatannya, pemilihan baru akan diadakan dalam waktu 60 hari.
Hadapi Hukuman Mati
Akibat perbutannya mendeklarasikan darurat militer di Korea Selatan, kini Presiden Yoon Suk Yeol terancam hukuman mati.
Polisi Korea Selatan telah memulai penyelidikan terhadap Yoon yang diduga terlibat dalam pemberontakan, kejahatan yang melampaui perlindungan yang diberikan oleh kekebalan presiden dan dapat mengakibatkan hukuman mati.
Baca juga: Rapat Kilat, RUU Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Telah Diajukan ke Majelis Nasional
Dikutip dari AL 24 News, penyelidikan ini dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan politik di negara tersebut.
Selain Yoon, pihak oposisi telah menyerukan penyelidikan terhadap mantan Menteri Pertahanan, Kepala Staf Angkatan Darat, dan kepala Kementerian Dalam Negeri atas tuduhan serupa.
Perkembangan ini telah memicu keresahan politik, dengan seruan untuk akuntabilitas yang meningkat dalam lanskap politik Korea Selatan.
Keseriusan tuduhan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran atas dampak potensial terhadap stabilitas pemerintahan dan konsekuensi hukum bagi mereka yang terlibat.
(Tribunnews.com/Whiesa)