TRIBUNNEWS.COM - Ketika rezim diktator Suriah, Bashar al-Assad, runtuh, pengaruh Rusia di Timur Tengah tampak memudar.
Peristiwa ini terjadi saat Rusia menghadapi perang habis-habisan di Ukraina, yang membuatnya tidak mampu mencegah jatuhnya sekutu utamanya di kawasan tersebut.
Kejadian ini menimbulkan sejumlah pertanyaan mengenai masa depan Rusia dan dampaknya terhadap Ukraina.
Runtuhnya rezim Assad menimbulkan banyak spekulasi, terutama mengenai penyebab utama kejatuhannya, Kyiv Independent melaporkan.
Neil Quilliam, pakar Timur Tengah di Chatham House, mengungkapkan bahwa kecepatan serangan pemberontak sangat mengejutkan dan menunjukkan bahwa lembaga negara dan militer Suriah telah dikosongkan.
"Rezim tersebut lebih berfokus pada memperkaya diri sendiri daripada menyediakan layanan bagi penduduknya," katanya.
David Butter, juga dari Chatham House, menyoroti sifat brutal dan korup dari pemerintahan Assad sebagai faktor kunci.
Ia menyatakan bahwa Assad senang mengeksploitasi ekonomi perang demi keuntungan untuk lingkaran dalamnya.
Selain itu, menurut Máté Szalai, seorang peneliti di Institut Clingendael, kelemahan luar biasa dari kekuatan militer Assad dan moral yang rendah di kalangan tentara juga berkontribusi pada keruntuhan tersebut.
"Rezim tersebut runtuh karena negara dan penduduknya mengalami pengabaian selama satu dekade," tambahnya.
Runtuhnya rezim Assad menjadi pukulan besar bagi pengaruh Rusia di Timur Tengah.
Baca juga: Runtuhnya Rezim Assad di Suriah Guncang Pasar Minyak, Harga WTI Diproyeksi Anjlok ke Level Terendah
Quilliam mencatat bahwa Rusia, yang dulunya dihormati sebagai sekutu yang dapat diandalkan, kini kehilangan reputasi tersebut.
"Dengan demikian, pengaruhnya akan berkurang," ujarnya.
Rusia dan Iran, yang dulunya merupakan sekutu kuat Assad, kini mulai kehilangan kepercayaan padanya sebagai mitra keamanan.