TRIBUNNEWS.COM - Delapan tentara Rusia tewas akibat tembakan pasukan Korea Utara dalam insiden "friendly fire" baru-baru ini di Kursk, menurut laporan intelijen Ukraina.
Tentara Korea Utara dilaporkan menembaki kendaraan militer Rusia, demikian diungkapkan oleh Intelijen Pertahanan Ukraina (GUR) pada Sabtu (14/12/2024).
Insiden ini disebut terjadi akibat kendala bahasa antara kedua belah pihak.
Korban yang tewas dalam insiden tersebut merupakan anggota batalion Ahmat.
Batalion Ahmat adalah kelompok paramiliter yang berada di bawah kendali panglima perang Chechnya dan loyalis Presiden Rusia Vladimir Putin, Ramzan Kadyrov.
Pasukan "Kadyorovites", sebutan bagi anggota Batalion Ahmat, telah berperang di wilayah Kursk sejak Agustus, menurut laporan GUR.
Intelijen Ukraina tidak menyebutkan secara pasti kapan insiden penembakan itu terjadi, namun mereka menambahkan bahwa kendala bahasa terus-menerus menjadi "masalah besar" bagi komunikasi antara personel Rusia dan Korea Utara.
Rekaman audio yang disadap oleh Intelijen Pertahanan Ukraina pada bulan Oktober lalu menunjukkan awal yang kacau dalam kemitraan militer Rusia dan Korea Utara, terutama karena hambatan komunikasi.
Dalam rekaman tersebut, seorang tentara Rusia mengeluhkan bahwa para pemimpin mereka "tidak tahu apa-apa" tentang cara menangani pasukan Korea Utara yang baru bergabung.
Tentara tersebut mengatakan bahwa mereka hanya diberi satu penerjemah untuk setiap 30 tentara Korea Utara.
Korea Utara telah mengirim ribuan tentara untuk membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina, menurut laporan dari pejabat Korea Selatan, Ukraina, dan Amerika Serikat.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1028: Zelensky Sebut Rusia Bakar Mayat Tentara Korea Utara di Kursk
Dmytro Ponomarenko, Duta Besar Ukraina untuk Korea Selatan, mengatakan kepada Voice of America bulan lalu bahwa jumlah tentara Korea Utara di Rusia dapat mencapai 15.000 orang, dengan rotasi pasukan setiap dua hingga tiga bulan.
Secara kumulatif, diperkirakan hingga 100.000 tentara Korea Utara dapat bertugas di Rusia dalam waktu satu tahun, katanya.
Para ahli hubungan antara Rusia dan Korea Utara sebelumnya telah menyebutkan bahwa perbedaan bahasa akan menjadi tantangan logistik utama dalam operasi bersama kedua negara.