TRIBUNNEWS.COM - Militer Israel memerintahkan warga Palestina untuk mengungsi dari Gaza tengah menjelang serangan di kamp pengungsi Bureij yang dibangun.
Perintah ini disampaikan ketika Israel dan Hamas tampaknya semakin mendekati gencatan senjata dalam perang 14 bulan tersebut.
Saat serangan mematikan Israel menghantam Gaza setiap hari, pembicaraan untuk menengahi gencatan senjata dan kesepakatan pembebasan sandera telah dimulai kembali setelah jeda selama berbulan-bulan.
Kesepakatan yang dibahas mencakup jeda pertempuran selama enam minggu di mana Hamas akan membebaskan 30 sandera, termasuk tiga dari empat warga negara Israel-Amerika Serikat (AS).
Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan ratusan tahanan Palestina, sebagaimana dilansir AP News.
Perundingan Terbaru Gencatan Senjata di Gaza
Upaya untuk mencapai gencatan senjata Gaza dan kesepakatan pembebasan sandera antara Israel dan Hamas telah berulang kali gagal karena hambatan utama.
Namun, negosiasi baru-baru ini telah meningkatkan harapan akan tercapainya kesepakatan.
Pada Selasa (17/12/2024), Washington menyatakan "optimisme hati-hati" atas kemungkinan "kesepakatan yang akan segera terjadi."
Hal ini terjadi setelah dilaporkan adanya negosiasi tidak langsung yang dimediasi oleh Qatar bersama Mesir dan Amerika Serikat.
Sumber-sumber diplomatik mengatakan kepada AFP bahwa deklarasi terbaru Presiden terpilih AS Donald Trump, bahwa kesepakatan harus dicapai sebelum ia kembali menjabat pada 20 Januari, yang berdampak pada putaran terakhir perundingan.
Baca juga: CIA Kejar Setoran Demi Gencatan Senjata di Gaza Terealisasi, Hamas-Israel Turunkan Gengsi?
Salah satu sumber diplomatik mengatakan bahwa Hamas, yang terisolasi setelah melemahnya sekutunya di Lebanon, Hizbullah, dan penggulingan orang kuat Suriah Bashar Assad, sangat ingin mencapai kesepakatan sebelum akhir tahun.
"Banyak orang melihat (kesepakatan) sebagai hadiah Natal yang sempurna," kata sumber itu, seperti diberitakan Arab News.
Yang lain mencatat bahwa sejak kematian Kepala Hamas Yahya Sinwar, para pemimpin Hamas di luar negeri, yang dikenal lebih pragmatis daripada dalang serangan 7 Oktober 2023 yang memicu perang, telah melakukan negosiasi.
Seorang pejabat tinggi Hamas mengatakan kepada AFP pada hari Selasa bahwa pembicaraan tersebut berada pada tahap "detail akhir" dan bahwa Qatar dan Mesir akan mengumumkan kesepakatan tersebut setelah negosiasi berakhir.