"Orang dewasa berperan sebagai korban di depan anak untuk memerasnya dan mendapatkan apa yang dia inginkan," jelasnya.
Saraco mencatat karakteristik ini lebih terlihat pada ibu yang toksik.
Hal ini terutama terjadi pada anak perempuan yang tinggal bersama ibunya. Sang ibu biasanya tidak ingin putrinya menemukan pasangan hidup dan meninggalkan rumah.
"Ibu mulai mengutarakan pengamatan negatif tentang pacar putrinya, atau berupaya memisahkan mereka," ujar Canales.
"Anak perempuan pun merasa bersalah tentang hubungan tersebut."
Pengendali
Ini adalah karakteristik yang dimiliki orang tua toksik dari beberapa generasi berbeda.
Dulu, orang tua membatasi anak-anak mereka agar dipatuhi. Sekarang? Orang tua melakukannya dengan maksud untuk melindungi mereka.
"Orang tua yang toksik dulu memaksakan diri mereka sendiri, dengan batasan yang sangat agresif, alih-alih mendukung otonomi anak-anak mereka," ujar Saraco.
Contoh tipikal adalah orang tua yang memaksa anak-anak mereka untuk mengejar karier tertentu atau mengikuti tradisi keluarga tertentu.
"Dampaknya pada anak adalah mereka tidak mampu membuat keputusan. Hal ini sering terlihat pada anak-anak yang berkarier sesuai keinginan orang tua."
"Mereka mengalami gangguan kecemasan dan beberapa tahun kemudian menyerah," ujar sang psikolog itu.
Abai
Dewasa ini, toksisitas orang tua berasal dari terlalu melindungi anak-anak mereka.
Orang tua akan sekuat tenaga menghindarkan anaknya dari penderitaan atau frustrasi.
"Perlindungan berlebihan juga merupakan bentuk pelecehan, karena anak yang terlalu dilindungi tidak dapat menghadapi kehidupan seorang diri," jelas Canales.
"Bagian dari pembelajaran setiap orang adalah melalui kesalahan. Dan kesalahan menimbulkan frustrasi. Kita harus mengajarkan kepada anak bagaimana menolerir frustrasi," imbuhnya.
"Jika tidak, anak tersebut tidak akan mampu berkembang dalam kehidupan sehari-hari."
Karakteristik lain dari orang tua toksik saat ini adalah bahwa mereka "sangat permisif dan takut untuk menetapkan batasan bagi anak-anak mereka".
Menurut Canales, ayah dan ibu seperti ini adalah orang tua yang lalai.
"Mereka mengabaikan kebutuhan fisik, emosional, sosial, dan akademis anak-anak mereka," ujarnya.
Pada masa lampau, ayah yang lalai adalah ayah yang tidak hadir atau tidak memperhatikan putra dan putrinya.
"Sekarang, ayah yang lalai adalah ayah yang membiarkan anaknya makan apa saja yang dia inginkan, bolos sekolah, tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, dan tidak menghormati orang lain," papar Canales.
Dalam pola pengasuhan seperti ini, baik orang tua maupun anak akan menderita.
"Anak-anak tumbuh besar tetapi tidak mampu menyesuaikan diri dengan sekolah, universitas, dunia kerja, dan masyarakat di mana mereka tidak diizinkan untuk melakukan apa yang mereka inginkan," ujar Canales.
Orang tua pun merasa "terpenjara" oleh tantrum anak mereka.
Secara umum, masyarakat turut menderita karena membesarkan generasi tiran yang tidak menghormati otoritas, tidak mampu menghadapi rasa frustrasi, dan, memiliki sangat sedikit empati karena hanya mementingkan diri sendiri.
Cara menghadapi orang tua yang toksik
Saraco menyarankan agar siapa pun yang tumbuh dengan orang tua yang permisif dan terlalu protektif "membuat keputusan untuk meninggalkan perlindungan berlebihan itu".
Namun, dia menjelaskan bahwa ini adalah sesuatu yang hanya dapat dilakukan ketika seseorang sudah dewasa.
"Anda tidak dapat meminta seorang anak untuk keluar dari ikatan perlindungan yang toksik," ujarnya.
Sebaliknya, dia memiliki beberapa tips praktis bagi mereka yang memiliki orang tua yang kasar, mengontrol, dan manipulatif.
"Pertama-tama, penting bagi Anda untuk memupus ilusi bahwa Anda mampu mengubah mereka," ujarnya.
"Jangan mencoba berdebat dengan orang tua atau memahami cara mereka berpikir. Mereka memiliki cara pandang yang berbeda, dan Anda harus menghindari terlibat dalam diskusi yang tidak ada habisnya," jelasnya.
"Orang tua seperti ini berharap seorang anak harus menyenangkan mereka sepanjang waktu. Anda harus menjauh dari pola pikir ini."
Saraco menyarankan agar individu dengan orang tua toksik untuk menetapkan batasan emosional, dan jika perlu, batasan fisik.
Di sisi lain, baik Saraco maupun Canales menekankan prioritas utamanya adalah memperbaiki diri sendiri.
"Kita harus mencoba untuk menguatkan harga diri dan rasa keamanan kita agar tidak menyerah pada manipulasi," ujar Saraco.
"Jangan menjadi ragu ketika ucapan orang tua dapat mengintimidasi atau menggoyahkan kita," jelas Saraco.
Bagi Canales, yang terpenting adalah melupakan apa yang telah diajarkan kepada Anda tentang cinta.
"Anda harus belajar kembali mempelajari tentang apa itu cinta sejati, demi membangun hubungan yang sehat," ujarnya.