News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ciri-ciri orang tua toksik dan bagaimana cara menghadapi mereka

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ciri-ciri orang tua toksik dan bagaimana cara menghadapi mereka

Beberapa tahun yang lalu, psikolog Argentina, Camila Saraco, menemukan kesamaan dari kebanyakan pasiennya: masa kecil yang toksik.

Meski begitu, Saraco menegaskan orang tua toksik tidak selalu identik dengan kekerasan.

"Begitu banyak cara orang tua menyakiti anaknya," ujarnya kepada BBC Mundo.

"Terkadang, hal ini dilakukan tanpa rasa sadar."

Saraco kemudian menyelenggarakan seminar bertajuk "Orang Tua Toksik" untuk membantu orang memahami perilaku orang tua yang tidak sehat.

Selain itu, lokakarya ini juga membahas konsekuensi perilaku toksik orang tua terhadap anak-anak mereka.

Dia juga membahas hal-hal apa saja yang dapat dilakukan dalam situasi ini.

Saraco menekankan bahwa individu yang tidak becus menjadi ayah atau ibu bukan berarti lantas dia otomatis jahat.

"Banyak orang tua yang saking baiknya malah menjadi toksik. Padahal, niat mereka adalah menyayangi anaknya dan tidak berniat buruk," papar Saraco.

Pemahaman Saraco ini didukung Joseluis Canales, psikolog asal Meksiko, yang menulis buku Padres Tóxicos (2014).

Canales berpendapat bahwa kadang-kadang orang tua terlampau baik malah tidak tegas dan tidak punya otoritas terhadap anak-anak mereka.

Hal ini, sambung Canales, juga berbahaya bagi anak-anak.

Di sisi lain, Canales tidak ingin langsung melabeli ayah dan ibu sebagai toksik.

"Penting untuk memahami bahwa semua orang tua membuat kesalahan. Itu bukan berarti mereka toksik," ujarnya.

Mengasihi buah hati dan membesarkannya

Apa yang membuat pengasuhan anak menjadi tidak sehat?

Canales menyoroti bahwa orang tua memiliki dua fungsi utama: memberikan cinta kasih terhadap anak dan melatih mereka untuk hidup.

Sebagian orang tua menyakiti anak mereka karena gagal melakukan yang pertama. Sebagian lagi justru gagal dalam yang kedua.

Yang menarik adalah nuansa kesenjangan generasi antara kedua kelompok ini.

Orang tua yang berasal dari generasi Baby Boomers dan Generasi X cenderung lebih banyak bermasalah dalam memberikan kasih sayang dan dukungan emosional kepada anak-anak mereka.

Beberapa pasien Saraco yang berusia di atas 40 tahun merasa rendah diri dan merasa dirinya tidak layak.

Kedua hal ini menimbulkan konflik dalam hubungan mereka saat dewasa. Saraco mengaitkan ini dengan minimnya pendidikan dari sudut pandang emosional.

Namun, dalam beberapa dekade terakhir, hubungan yang tidak sehat sering kali disebabkan oleh orang tua yang penuh kasih.

Walaupun menyayangi anak-anak mereka, orang tua yang terlalu memanjakan anak-anak mereka tidak tahu bagaimana menetapkan batasan dan terlalu melindungi mereka.

Anak-anak yang dibesarkan pun menjadi apa yang disebut sebagai "anak-anak tiran" yang tidak tahu bagaimana mengelola emosi mereka.

Sedikit saja mendapat rintangan, mereka langsung mengalami frustasi.

Ciri-ciri orang tua toksik

Baik laki-laki maupun perempuan dapat menjadi orang tua yang toksik.

Ayah dan ibu sama-sama dapat menyebabkan kerusakan saat membesarkan anak-anak mereka.

"Jika salah satu pasangan toksik, yang satunya lagi adalah pelaku kekerasan pasif," ujar Canales.

Berikut ini adalah ciri-ciri orang tua yang toksik:

Kekerasan

Pelecehan seksual atau kekerasan adalah tindakan orang tua yang paling menyakiti anak-anak mereka secara mendalam.

Di sisi lain, trauma yang sangat sulit untuk disembuhkan tidak harus disebabkan pelecehan secara fisik.

Agresi verbal dan emosional juga sangat berbahaya, menurut para ahli.

Contohnya antara lain mendiskualifikasi perasaan anak. Seperti misalnya perkataan: "Mana mungkin kamu bisa?", "Sudah, biar sama ibu saja. Kamu tidak bisa".

Selain itu, menghina sang anak dengan kata-kata yang menyakiti integritasnya, seperti memanggilnya "bodoh".

Ayah atau ibu juga dapat menyakiti anak mereka dengan mengatakan tidak ada orang yang akan mencintainya atau mereka menyesal telah menjadi orang tuanya.

Saraco mengatakan bahwa terkadang "lebih gampang untuk menyembuhkan masa kecil seseorang yang terpukul dibandingkan pelecehan psikologis".

"Ada orang tua yang menjadi kasar karena pengaruh alkohol. Dalam kasus ini, korban mungkin mulai memahami bahwa orang tuanya memukul mereka saat kehilangan kendali dan ini adalah masalah si orang tua," ujar Saraco.

"Di sisi lain, ketika anak tumbuh dengan mendengar penghinaan, mereka menganggap cacian ini sebagai bagian dari diri mereka sendiri," ujarnya.

Manipulator

Ciri lain dari orang tua yang toksik adalah manipulasi. Canales menyebut ini sebagai "pelecehan emosional".

"Inti dari bentuk pelecehan ini adalah rasa bersalah," katanya.

"Orang dewasa berperan sebagai korban di depan anak untuk memerasnya dan mendapatkan apa yang dia inginkan," jelasnya.

Saraco mencatat karakteristik ini lebih terlihat pada ibu yang toksik.

Hal ini terutama terjadi pada anak perempuan yang tinggal bersama ibunya. Sang ibu biasanya tidak ingin putrinya menemukan pasangan hidup dan meninggalkan rumah.

"Ibu mulai mengutarakan pengamatan negatif tentang pacar putrinya, atau berupaya memisahkan mereka," ujar Canales.

"Anak perempuan pun merasa bersalah tentang hubungan tersebut."

Pengendali

Ini adalah karakteristik yang dimiliki orang tua toksik dari beberapa generasi berbeda.

Dulu, orang tua membatasi anak-anak mereka agar dipatuhi. Sekarang? Orang tua melakukannya dengan maksud untuk melindungi mereka.

"Orang tua yang toksik dulu memaksakan diri mereka sendiri, dengan batasan yang sangat agresif, alih-alih mendukung otonomi anak-anak mereka," ujar Saraco.

Contoh tipikal adalah orang tua yang memaksa anak-anak mereka untuk mengejar karier tertentu atau mengikuti tradisi keluarga tertentu.

"Dampaknya pada anak adalah mereka tidak mampu membuat keputusan. Hal ini sering terlihat pada anak-anak yang berkarier sesuai keinginan orang tua."

"Mereka mengalami gangguan kecemasan dan beberapa tahun kemudian menyerah," ujar sang psikolog itu.

Abai

Dewasa ini, toksisitas orang tua berasal dari terlalu melindungi anak-anak mereka.

Orang tua akan sekuat tenaga menghindarkan anaknya dari penderitaan atau frustrasi.

"Perlindungan berlebihan juga merupakan bentuk pelecehan, karena anak yang terlalu dilindungi tidak dapat menghadapi kehidupan seorang diri," jelas Canales.

"Bagian dari pembelajaran setiap orang adalah melalui kesalahan. Dan kesalahan menimbulkan frustrasi. Kita harus mengajarkan kepada anak bagaimana menolerir frustrasi," imbuhnya.

"Jika tidak, anak tersebut tidak akan mampu berkembang dalam kehidupan sehari-hari."

Karakteristik lain dari orang tua toksik saat ini adalah bahwa mereka "sangat permisif dan takut untuk menetapkan batasan bagi anak-anak mereka".

Menurut Canales, ayah dan ibu seperti ini adalah orang tua yang lalai.

"Mereka mengabaikan kebutuhan fisik, emosional, sosial, dan akademis anak-anak mereka," ujarnya.

Pada masa lampau, ayah yang lalai adalah ayah yang tidak hadir atau tidak memperhatikan putra dan putrinya.

"Sekarang, ayah yang lalai adalah ayah yang membiarkan anaknya makan apa saja yang dia inginkan, bolos sekolah, tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, dan tidak menghormati orang lain," papar Canales.

Dalam pola pengasuhan seperti ini, baik orang tua maupun anak akan menderita.

"Anak-anak tumbuh besar tetapi tidak mampu menyesuaikan diri dengan sekolah, universitas, dunia kerja, dan masyarakat di mana mereka tidak diizinkan untuk melakukan apa yang mereka inginkan," ujar Canales.

Orang tua pun merasa "terpenjara" oleh tantrum anak mereka.

Secara umum, masyarakat turut menderita karena membesarkan generasi tiran yang tidak menghormati otoritas, tidak mampu menghadapi rasa frustrasi, dan, memiliki sangat sedikit empati karena hanya mementingkan diri sendiri.

Cara menghadapi orang tua yang toksik

Saraco menyarankan agar siapa pun yang tumbuh dengan orang tua yang permisif dan terlalu protektif "membuat keputusan untuk meninggalkan perlindungan berlebihan itu".

Namun, dia menjelaskan bahwa ini adalah sesuatu yang hanya dapat dilakukan ketika seseorang sudah dewasa.

"Anda tidak dapat meminta seorang anak untuk keluar dari ikatan perlindungan yang toksik," ujarnya.

Sebaliknya, dia memiliki beberapa tips praktis bagi mereka yang memiliki orang tua yang kasar, mengontrol, dan manipulatif.

"Pertama-tama, penting bagi Anda untuk memupus ilusi bahwa Anda mampu mengubah mereka," ujarnya.

"Jangan mencoba berdebat dengan orang tua atau memahami cara mereka berpikir. Mereka memiliki cara pandang yang berbeda, dan Anda harus menghindari terlibat dalam diskusi yang tidak ada habisnya," jelasnya.

"Orang tua seperti ini berharap seorang anak harus menyenangkan mereka sepanjang waktu. Anda harus menjauh dari pola pikir ini."

Saraco menyarankan agar individu dengan orang tua toksik untuk menetapkan batasan emosional, dan jika perlu, batasan fisik.

Di sisi lain, baik Saraco maupun Canales menekankan prioritas utamanya adalah memperbaiki diri sendiri.

"Kita harus mencoba untuk menguatkan harga diri dan rasa keamanan kita agar tidak menyerah pada manipulasi," ujar Saraco.

"Jangan menjadi ragu ketika ucapan orang tua dapat mengintimidasi atau menggoyahkan kita," jelas Saraco.

Bagi Canales, yang terpenting adalah melupakan apa yang telah diajarkan kepada Anda tentang cinta.

"Anda harus belajar kembali mempelajari tentang apa itu cinta sejati, demi membangun hubungan yang sehat," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini