Organisasi kemanusiaan Amnesty International baru-baru ini menegaskan bahwa apa yang digencarkan Israel di Gaza adalah pembersihan etnis. Mahkamah Internasional juga memperingatkan bahwa pelanggaran Konvensi Genosida oleh Israel adalah hal yang "masuk akal".
Tuduhan genosida selama ini dibantah keras oleh Israel dan para pendukungnya, termasuk Jerman dan Amerika Serikat. Irfan mengatakan, dia hanya berharap pada realita bahwa perang tidak mungkin berlangsung selamanya.
"Saya lebih berharap karena lamanya waktu, bukan karena pemerintahan AS yang baru. Saya hanya berpikir semakin lama ini berlangsung, saya percaya dan berharap akan ada perubahan yang akan terjadi," katanya.
Kabinet Pro-Israel di bawah Donald Trump
Ada suara-suara seperti dari Khalid Turaani, seorang aktivis Arab Amerika, yang memperingatkan bahwa situasi bagi orang-orang di Gaza dan orang-orang Arab di Amerika Serikat akan semakin buruk di bawah Trump.
Turaani merujuk pada pemilihan mantan Gubernur Arkansas Mike Huckabee sebagai duta besar untuk Israel. Huckabee pernah mengatakan bahwa"tidak ada yang namanya bangsa Palestina."
"Ketika dia menafikan bangsa Palestina, jika warga Palestina tidak ada, maka tidak ada genosida," kata Turaani. "Anda tidak dapat membunuh atau melakukan genosida terhadap sekelompok orang yang tidak ada. Saya pikir sepanjang sejarah ketika orang melakukan genosida, mereka menyangkal bahwa orang-orang itu ada."
Turaani mengatakan, dia juga khawatir tentang Trump yang memilih anggota kongres New York Elise Stefanik untuk menjadi duta besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Masa kecil yang dihabiskan di sebuah kamp untuk pengungsi Palestina di Suriah telah membuat Turaani mewaspadai sikap Stefanik terhadap badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk pengungsi Palestina, UNRWA.
Stefanik telah berulang kali menyatakan dukungannya terhadap keputusan Israel untuk menghentikan pendanaan UNRWA, dan meminta AS untuk melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan Trump pada tahun 2018.
"Nutrisi kami, makanan kami, ketika kami masih anak-anak di kamp pengungsi, berasal dari UNRWA. Pendidikan saya dari kelas satu hingga kelas sembilan berada di sekolah-sekolah yang didanai oleh UNRWA. Kami tidak punya apa-apa lagi," katanya. "Stefanik akan menindak PBB. Menggunakan kelaparan sebagai senjata perang akan dilanjutkan dengan seseorang seperti Stefanik."
Dalam minggu-minggu terakhir sebelum Trump kembali ke Gedung Putih, kedua pihak berlomba untuk mengamankan kesepakatan untuk memulangkan sandera Hamas dan gencatan senjata. Proses negosiasi telah gagal berulang kali selama 14 bulan perang di Gaza.
Akhir dari penderitaan di Gaza akan disambut baik oleh warga keturunan Arab di Amerika Serikat, terlepas dari siapa yang berkuasa di Gedung Putih. Namun bagaimana kebijakan Trump akan berimbas pada Palestina, serta warga Arab dan muslim Amerika masih menjadi pertanyaan terbuka.