TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) sedang dilanda krisis telur karena stoknya langka di pasaran. Harga telur di AS naik dua kali lipat mencapai rata-rata 4,95 dolar AS atau Rp 80.957 per lusin.
Bahkan di sejumlah supermarket, harga telur tembus 10 dolar sekitar Rp 163.550 per lusin, atau Rp 13.629 per satu butir, sebagaimana dikutip dari APNews.
Biro Statistik AS atau Bureau of Labor Statistics (BLS), dalam laporan tertulisnya mengatakan harga telur di AS naik 2 kali lipat dibandingkan titik terendah pada Agustus 2023, dimana saat itu telur hanya dibanderol 2,04 dolar AS per lusin.
Krisis telur di AS diakibatkan oleh wabah flu burung sejak 2022 yang membuat peternak menyembelih jutaan ekor ayam.
Data USDA menunjukkan, lebih dari 23 juta unggas dimusnahkan pada Januari 2025, setelah sebelumnya 18 juta unggas dimusnahkan pada Desember 2024.
Sebagian besar dari jumlah tersebut adalah ayam petelur, alhasil harga telur di AS meningkat dua kali lipat sejak tahun 2023.
Faktor biaya produksi turut berkontribusi terhadap lonjakan harga. Peternak menghadapi kenaikan biaya pakan, bahan bakar, serta tenaga kerja akibat tekanan inflasi yang lebih luas.
Hal ini semakin diperparah dengan pengetatan regulasi di 10 negara bagian, termasuk California, Massachusetts, dan Oregon, yang mewajibkan penjualan hanya untuk telur dari sistem bebas kandang.
Dampaknya, peternakan dengan sistem ini lebih rentan terhadap gangguan pasokan ketika terjadi wabah, karena jumlah peternakan yang memenuhi standar lebih terbatas dibandingkan peternakan konvensional.
Baca juga: Ukraina Minta Trump Cairkan Aset Rusia Senilai Rp5.059 T, Bakal Dipakai untuk Borong Senjata AS
Hal ini membuat produksi telur menjadi langka hingga harganya melesat ke level tertinggi dalam sejarah.
Departemen Pertanian AS memperkirakan harga telur akan terus naik tahun ini hingga mencapai 20 persen, mengubah telur dari kebutuhan pokok menjadi barang mewah bagi banyak rumah tangga.
Banyak warga AS yang sebelumnya tidak pernah beternak untuk mulai memelihara ayam sendiri.
Arturo Becerra, salah satu warga Houston, baru-baru ini membeli 10 ekor ayam seharga 400 dollar AS (sekitar Rp 6,5 juta), serta pakan sebulan seharga 20 dollar AS (sekitar Rp 327.000) untuk menghemat biaya kebutuhan pangan dalam jangka panjang.
Baca juga: Siapa Pemasok Baja dan Aluminium Utama ke AS, Apakah Kena Imbas Tarif Impor Trump?
Tren serupa juga dilakukan Billy Underhill, pemilik perusahaan konstruksi. Ia menambah dua ekor ayam baru untuk memastikan suplai telur tetap terjaga bagi keluarganya.
"Saya memang rutin menambah ayam setiap beberapa bulan karena ada yang mati atau berhenti bertelur. Saya ingin memastikan pasokan telur tetap lancar bagi keluarga saya," ujarnya.