"Obat-obatan psikoaktif juga bisa mengganggu hubungan antara bagian-bagian yang mengolah rasa pada otak dan lobus frontal dengan cara yang sama," kata Profesor Flavie.
"Hal ini memungkinkan pengolahan gambar dan suara yang biasanya akan terhambat," ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa halusinasi tak selalu mengganggu, negatif dan menakutkan. Bahkan dalam kondisi seperti skizofrenia sekalipun.
Disebutkan sekitar 70 persen orang sehat mengalami halusinasi jinak ketika mereka tertidur, kata Profesor Flavie.
"Ini termasuk mendengar nama mereka disebut, dering telepon atau melihat seseorang yang duduk di ujung tempat tidur mereka," katanya.
Penelitian tentang halusinasi semacam ini masih sangat awal, kata Profesor Flavie.
"Dalam 100 tahun terakhir, ini selalu tentang skizofrenia tetapi dalam beberapa tahun terakhir, kami tiba-tiba mengamati kejadian di luar skizofrenia," ujarnya.
"Kami masih berusaha untuk memahami apakah ada bentuk-bentuk yang berbeda dari halusinasi atau apakah hanya ada satu jenis namun memiliki penampakan berbeda. Dan apa yang membuat halusinasi menyedihkan dalam beberapa situasi, sementara di situasi lainnya tak begitu?" katanya.
Perkiraan terbaik Profesor Flavie adalah bahwa halusinasi "setiap hari" bisa saja memiliki mekanisme umum yang sama dengan halusinasi lebih serius.
Menurutnya, sejumlah faktor termasuk kurang tidur, stres, kesedihan, dan trauma bisa membuat otak lebih rentan terhadap halusinasi, dengan mengganggu hubungan antara korteks sensorik dan lobus frontal.
"Ketika otak Anda bekerja dengan baik, lobus frontal Anda adalah pengemudi mobil, ia memutuskan apa yang akan terjadi dan mengendalikan sisa otak," ujarnya.
"Tapi ketika kita kurang tidur dan stres dan sedih, maka lobus frontal kita pergi berlibur dan tak memiliki kapasitas pengawasan lagi, dan itu memungkinkan korteks sensorik hanya melakukan apa yang diinginkannya," katanya. (ABC Radio Australia)