News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wabah Difteri

Derita Sobari Dikucilkan Warga Setelah Cucunya Meninggal karena Difteri

Penulis: Gita Irawan
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang murid ketakutan ketika petugas medis memberikan suntikan imunisasi TT (Tetanus Toksoid) di SDN Bawakaraeng 3, jl Gunung bawakaraeng, Makassar, Sulsel, Rabu (15/10). Kegiatan imunisasi itu merupakan bagian dari program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) guna memberikan perlindungan bagi anak-anak usia sekolah dasar terhadap penyakit campak, difteri dan tetanus. TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR

Mimisan
Sohari mengatakan bahwa cucunya yang tengah duduk di bangku kelas satu SD tersebut sempat mimisan.

Cucunya sempat membaik sebelum dokter mengatakan bahwa bakteri tersebut sudah lari ke jantung dan perut.

"Sempet baikan, udah bisa makan udah bisa ngomong, tapi dua hari sebelum nggak ada itu dia ngeluh dadanya sesek dan perutnya sakit," kata Sohari yang merupakan pengepul plastik bekas tersebut.

Di samping rumahnya tampak berkantong-kantong besar plastik bekas botol minuman kemasan berserakan.

Dua orang tua tengah memisahkan plastik yang bisa didaur ulang dengan yang tidak. Ratusan lalat berterbangan di aekitar rumah berlantai satu tersebut dan bau busuk menyeruak di udara.

Rumah tersebut berukuran sekitar 30 meter persegi bercat kuning. Sebuah timbangan besi besar terlihat di sudut teras rumahnya. Di teras rumah tersebut tampak dipan kayu untuk duduk.

Rumah anaknya, Zarkasih yang merupakan ayah dari korban meninggal difteri berada di belakang rumahnya. Untuk menuju ke sana harus melewati tumpukan plastik bekas berbau tak sedap tersebut. Rumah Zarkasih berukuran sekitar 30 meter persegi berdinding warna ungu. Rimah tersebut tampak sepi ketika Tribun mengunjunginya. Tidak ada seorang pun menyaut.

Menurut Sohari, anak dan menantunya tidak bisa diwawancara ketika Tribun mengunjungi rumahnya pada Sabtu (9/12/2017). Ia menceritakan bahwa anaknya kerap melamun dan menangis jika kebetulan ingat pada Rustam.

"Bukannya apa, takut pingsan. Itu aja masih sering ngelamun. Tadi nangis abis dari Kober (makam Rustam)," kata Sohari.

Menurut Sohari, pada mulanya beberapa minggu sebelum cucunya terseranh penyakit tersebut seorang anak kecil di dekat rumahnya juga wafat karena penyakit yang sama. Namun ia medengar kabar tersebut justru dari pihak rumah sakit. Setelah cucunya wafat, pihak RT baru mengadakan penyuluhan dan vaksin difteri gratis.

Menurut Sohari, hingga kini semakin banyak warga sekitar yang terjangkit bakteri mematikan tersebut. Namun Sohari tidaberani memastikan berapa jumlahnya. Sohari hanya mendengar bahwa beberapa warga yang berada di sekitar tempat tinggalnya banyak yang dirawat karena penyakit yang sama.

"Banyak yang dirawat, itu ada dari Kresek, Pasar Kemis, Cipondoh. Tapi mah pada sembuh. Nginep (dirawat) 14 hari abis itu pada pulang, nggak kayak cucu saya," kata Sohari dengan tatapan kosong ke depan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini