Bahkan, Yani mengatakan, anaknya sudah lima kali menjalani pengobatan plasmapheresis.
"Biasanya setelah dua kali pengobatan plasmapheresis ada perkembangan ke arah yang lebih baik. Tapi ini masih koma," ujarnya.
Yani pun mengatakan, anaknya menderita GBS yang digolongkan berat.
Informasi mengenai penyakit itu dia dapatkan dari dokter yang menangani Arya.
"Setelah dua kali cek cairan tulang belakang, anak saya positif GBS. Katanya GBS-nya berat. Anak saya harusnya juga sudah CT-scan, tapi ditunda karena kondisinya belum memungkinkan," kata Apit.
Saat ini, Yani dan Apit yang tinggal di Kampung Campaka, Desa Pangguh, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, sedang mengalami kendala biaya selama di rumah sakit.
Apit mengatakan, jika ditotalkan dari hari pertama masuk hingga saat ini, dia harus membayar lebih dari Rp 100 juta untuk pengobatan anaknya, di mana biaya Plasmapheresis sebesar Rp 50 juta, biaya obat-obatan dari depo sebesar Rp 50 juta, dan biaya ruang PICU selama 25 hari kurang lebih sebesar Rp 62 juta.
Padahal, Apit sehari-hari hanya bekerja sebagai guru honorer di satu SMP di Bandung dan Yani adalah seorang ibu rumah tangga.
Karena tak memiliki uang untuk membiayai pengobatan anaknya, dia pun sudah membuka donasi melalui laman Kitabisa.com di https://kitabisa.com/aryamelawangbs.
(Tribun Jabar, Yongky Yulius)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Bocah Ini Sudah 14 Hari Koma di RSHS Bandung, Mengidap Penyakit Langka, Syarafnya Meradang,