Hal itu kemudian menyebabkan kesedihan yang intens, kemarahan, atau mudah terkejut.
Meskipun sindrom patah hati dapat mengancam jiwa, kebanyakan orang pulih sepenuhnya dalam beberapa minggu.
Namun, 1 dari 10 orang mengalami komplikasi seperti syok kardiogenik - yang terjadi ketika jantung tidak dapat memompa cukup darah ke seluruh tubuh.
Penelitian baru telah meneliti risiko kematian dini di antara orang-orang yang mengalami syok kardiogenik sebagai akibat dari sindrom patah hati.
Pemimpin tim adalah Christian Templin, kepala perawatan jantung akut di University Hospital Zurich's University Heart Center di Swiss.
Dia mempresentasikan temuan timnya di Scientific Sessions 2018, yang diadakan oleh American Heart Association (AHA) di Chicago, IL.
Studi baru juga akan muncul dalam Circulation, jurnal AHA.
Risiko kematian jangka pendek dan jangka panjang yang lebih tinggi
Templin dan timnya mengakses informasi dari basis data terbesar yang relevan dengan sindrom patah hati, yaitu International Takotsubo Registry.
Para peneliti mempelajari informasi tentang 198 orang yang mengalami syok kardiogenik sebagai akibat dari sindrom tersebut.
Mereka membandingkan ini dengan data dari 1.880 orang yang memiliki sindrom, tetapi tidak komplikasi.
Usia rata-rata kelompok sebelumnya adalah 63,4 tahun, sedangkan yang terakhir adalah 67,2 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan, orang yang mengalami syok kardiogenik yang mengalami stres fisik lebih dari dua kali memiliki kemungkinkan tinggi terkena sindrom patah hati.
Kejadian yang membuat stres mungkin adalah serangan asma atau prosedur bedah, misalnya.