Untuk kasus Muh Aris sendiri, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto masih mencari eksekutor untuk mengebiri kimia.
Sebab, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor karena bertentangan dengan etika.
Dalam arsip pemberitaan Kompas.com pada 25 Juli 2016, saat itu Wakil Ketua Umum IDI, Daeng Mohammad Faqih mengatakan, seharusnya ketentuan undang-undang tak bertentangan dengan etika profesi.
"Pasal hukuman kebiri jelas itu bertentangan dengan etika kedokteran jika menunjuk kami sebagai eksekutornya. Itu kan tandanya Perppu tersebut bertentangan dengan etika kedokteran," kata Daeng, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7/2016).
"Kalau ada undang-undang yang bertentangan dengan etika kira-kira yang salah yang mana? Ya undang-undangnya karena kan undang-undang sumber hukumnya dari etika. Apalagi jika kami yang ditunjuk sebagai eksekutornya, ini benar-benar undang-undang yang bertentangan dengan etika," papar dia.
Dihukum kebiri
Diberitakan kompas.com, Muh Aris (20), seorang tukang las asal Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, menjadi terpidana pertama yang harus menjalani hukuman kebiri kimia setelah terbukti melakukan perkosaan terhadap 9 anak.
Ia melakukan aksinya sejak tahun 2015 dan baru diringkus polisi pada 26 Oktober 2018.
Awalnya, Aris "hanya" dikenai hukuman kurungan 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.
Baca: Cokelat Dipercaya Bantu Kurangi Risiko Depresi, Benarkah?
Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengungkapkan, jaksa sebenarnya tidak menyertakan hukuman kebiri dalam tuntutan.
Munculnya hukuman kebiri merupakan pertimbangan dan keputusan para hakim di Pengadilan Negeri Mojokerto.
Baca: Daun Bawang Bukan Sekadar Memperkaya Rasa Masakan, Tapi Punya Manfaat Kesehatan
Nugroho Wisnu mengungkapkan, putusan pidana 12 tahun kurungan dan kebiri kimia terhadap Aris sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Baca: Eva Celia Jadi Vegetarian, Apa Manfaat Kesehatan yang Diperolehnya?
Vonis hukuman pidana bagi predator anak itu tertuang dalam Putusan PT Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY, tertanggal 18 Juli 2019. Putusan itu menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.
"Putusannya sudah inkrah. Kami segera melakukan eksekusi," kata Nugroho Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)