Dia menyatakan, jika SKM dianggap sebagai penyebab gizi buruk, hal ini bertolak belakang dengan pengertian faktor risiko dan penyebab secara statistik karena lebih banyak yang tidak konsumsi SKM.
Syafiq juga menyatakan, kandungan gula dalam susu kental manis tidak perlu ditakuti karena gula dalam susu kental manis dibutuhkan untuk mencegah kerusakan produk.
Dia menyatakan, susu kental manis tidak boleh menggunakan bahan pengawet. Jadi produk harus dipasteurisasi dan dikemas secara kedap (hermetis). Dalam proses pembuatannya, air dari susu diuapkan ditambahkan gula yang juga berfungsi sebagai pengawet. Sehingga gula memang dibutuhkan dalam produk susu kental manis.
Syafiq menambahkan, semua jenis makanan saling melengkapi. Tidak ada makanan atau minuman tunggal yang mampu memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Jadi konsumsi produk pangan memang tidak boleh berlebihan dan harus sesuai dengan peruntukannya.
“Dalam kondisi masalah gizi ganda di Indonesia, dimana sebagian anak mengalami kelebihan gizi tetapi sebagian lainnya kekurangan gizi maka pemberian informasi harus tepat, akurat dan jelas targetnya," kata dia.
Daya beli rendah
Riset YAICI juga menyebutkan, sebanyak 68 persen responden bisa membaca label pangan dan 67% membaca peruntukan SKM/KKM. Dan sejumlah 23% responden tetap memberikan produk pada bayi/anak meskipun telah mendapatkan informasi bahwa SKM tidak diperuntukkan bagi bayi dan balita.
Hal ini tentu menarik karena responden telah teredukasi dengan baik untuk membaca label dan keterangan pangan, tetapi tetap memilih untuk membeli SKM/KKM.
“Banyak faktor kenapa ibu-ibu di daerah masih memberikan SKM ke anaknya. Salah satunya karena kemiskinan yang membuat daya beli lemah. SKM kan relatif terjangkau. Faktor kedua, karena malas menyusui. Ketiga, karena memilih bekerja. Keempat karena faktor pendidikan,” ujar Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU dr. Erna Yulia Soefihara.
Erna menambahkan, sepanjang 2019 sebanyak 2.600 kader PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah telah mendapat edukasi mengenai asupan gizi anak.
Edukasi tersebut dilakukan di 13 kota dari 8 provinsi, yaitu Bandung, Banten, Lombok, Bekasi, Makassar, Lebak, Serpong, Cirebon, Bantar Gebang, Batam, Padang, Bali, dan Jambi.
“Kami di Muslimat NU sudah melakukan edukasi sampai grass root di 34 provinsi, 542 kabupaten kota, dengan 16.000 ranting. Biasanya seluruh pengurus itu hampir semua punya majelis taklim. Kami punya program dengan Kemkes dan YAICI, dan bahas berbagai masalah termasuk SKM," ujarnya.
Erna mengatakan, PP Muslimat NU juga bekerja sama lintas sektor untuk edukasi gizi. Selain posyandu yang diadakan para ibu PKK, Muslimat NU juga mengadakan kegiatan posbindu yang juga melayani di tingkat desa.