TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Indonesia Healthcare Forum (IndoHCF) Dr. dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS mengatakan, kasus stunting atau kegagalan tumbuh kembang anak akibat malnutrisi kronis di Indonesia menjadi pekerjaan besar pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin.
Terlebih nominal target yang dituju Presiden Jokowi terbilang sangat ambisius yakni 14 persen pada tahun 2024 mendatang.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan, prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8 persen.
Artinya, satu dari tiga balita mengalami stunting. Indonesia sendiri, kata dia, merupakan negara dengan beban anak stunting tertinggi ke-2 di Kawasan Asia Tenggara dan ke-5 di dunia.
Baca: Gubernur Anies Baswedan Minta Warga Jakarta Hindari 2 Tempat Hiburan Ini, Mana Saja?
Stunting didefinisikan sebagai masalah kurang gizi dan nutrisi kronis yang ditandai tinggi badan anak lebih pendek dari standar anak seusianya.
Beberapa diantaranya mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal seperti lambat berbicara atau berjalan, hingga sering mengalami sakit.
Baca: Vietnam Berhasil Sembuhkan 156 Pasien Positif Corona, Ini Rahasianya
Supriyantoro menerangkan, stunting tidak hanya dialami keluarga miskin, namun juga mereka yang berstatus keluarga mampu atau berada.
Dia menjelaskan, gejala stunting tidak hanya menganggu pertumbuhan fisik, namun juga terganggunya perkembangan otak.
Penyebab masih tingginya angka stunting di Indonesia sangat kompleks.
"Salah satu penyebabnya adalah kurangnya informasi pada masyarakat tentang pentingnya memperhatikan asupan gizi dan kebersihan diri pada ibu hamil dan anak dibawah usia dua tahun," ujarnya di acara Temu Pakar yang diselenggarakan IndoHCF bekerja sama dengan Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) di Jakarta, Rabu, 4 Maret 2020.
Dia memaparkan, faktor pemicu lainnya adalah kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi seimbang serta pemberian ASI yang kurang tepat.
"Pencegahan stunting dilakukan dengan upaya mengawal 1000 hari pertama kehidupan (HPK) dengan program pemberian makan bayi dan anak (PMBA) termasuk ASI Eksklusif, makanan pendamping ASI, dan menyusui sampai 2 tahun atau lebih," ujarnya.
"Pekerjaan rumah ini tidak bisa dikerjakan sendiri oleh pemerintah. Butuh kerjasama lintas sektor untuk mencapai target tersebut. Istilahnya konvergensi atau keroyokan," imbuhnya.
Supriyantoro mengatakan, diperlukan analisis dan pendekatan gizi kesehatan masyarakat secara komprehensif untuk dapat secara efektif merancang program yang berbasis evidence dan berfokus pada pencegahan.