Program tersebut, perlu ada keterlibatan seluruh stakeholders dan sifatnya harus memberdayakan masyarakat.
Menurut Supriyantoro, persoalan stunting tidak bisa dipandang sepele. Anak dengan kondisi stunting cenderung memiliki tingkat kecerdasan yang rendah.
Pada usia produktif, individu yang pada balita dalam kondisi stunting berpenghasilan 20 persen lebih rendah.
Kerugian negara akibat stunting diperkirakan mencapai sekitar Rp300 triliun per tahun. Stunting pun dapat menurunkan produk domestic bruto negara sebesar 3 persen.
Hal ini diakibatkan kondisi gagal tumbuh yang dialami anak yang stunting, yang mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitifnya sehingga berakibat pada tingkat kecerdasannya serta mudah terserang penyakit tidak menular ketika dewasa.
Anak yang mengalami stunting berpotensi kehilangan produktivitasnya ketika dewasa.
"Kami tidak ingin anak-anak Indonesia kalah bersaing dengan anak-anak negara lain. Kami ingin mereka menjadi manusia yang maju dan unggul," bebernya.
"Indonesia sendiri telah memasuki Era Revolusi Industri 4.0. Jika tidak didukung sumber daya manusia yang sehat dan cerdas, maka sulit rasanya Indonesia mampu meningkatkan daya saing," lanjutnya.
Acara Temu Pakar yang diselenggarakan IndoHCF bekerja sama dengan IKKESINDO, IAKMI dan PERSAGI mengangkat tema "Strategi Penurunan Stunting dari Hulu - Hilir Secara Komprehensif".
Hadir sebagai pembicara antara lain Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Kementerian Bappenas Dr. Ir. Subandi, MSc, Sekretaris Eksekutif (Ad Interim) Tim Nasional Percepatan Penanggulanga Kemiskinan (TNP2K) Bambang Widianto.
Tampil pula sebagai pembicara adalah Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI Dr. Siswanto, MHP, DTM. Prof. Dr. Ascobat Gani MPH, Dr.PH dan Prof. dr. Endang L. Achadi, PhD dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.