Untuk pemain lama, kami punya data-datanya. Nah, kalau pemain baru, saya hanya punya data penunjang medis yang terkadang tidak sesuai.
Biasanya, pelatih sudah naksir banget kepada kemampuan si pemain. Ia minta supaya pemain tersebut segera dikontrak.
Ternyata setelah dicek, kondisinya rentan atau punya cedera tetapi belum pulih. Problem seperti itu sering terjadi.
Awal merintis karier sebagai fisioterapis, saya bingung ketika menghadapi permasalahan tersebut.
Paradigmanya, cara main pemain sesuai konsep tim, pelatih telanjur suka, tetapi data penunjang medis ternyata sekadar formalitas.
Kendati demikian, sepak bola Indonesia semakin maju. Kini, data medis jadi tolok ukur.
Sebut saja data cedera, organ-organ vital, serta tes darah dan urine lantaran sangat berkaitan dengan performa pemain saat berlatih maupun bermain.
Pemeriksaan medis selama pramusim benar-benar penting untuk mengecek kondisi pemain lama maupun pemain baru.
Data-data mereka akan menjadi penunjang program dan strategi tim selama latihan maupun mengarungi kompetisi.
Bagaimana peran fisioterapis ketika ada pemain cedera di lapangan?
Ada paradigma yang harus diluruskan. Saat pertandingan, fisioterapis cuma bawa es dan semprotan painkiller.
Padahal, apa yang terlihat di lapangan sebenarnya cuma 15 persen dari tugas keseluruhan seorang fisioterapis di tim.
Ketika road to match, sebelum sampai menjelang pertandingan, peran fisioterapis sangat vital.
Kalau pas pertandingan, tugas fisioterapis lebih ke manajemen darurat cedera dari ujung kuku kaki sampai ujung kepala untuk antisipasi risiko.