Seperti Indonesia dan Selandia Baru yang memiliki aturan kesehatan berbeda terkait pandemi ini, begitu pula negara di Eropa, khususnya Inggris.
Walaupun tujuan semua negara itu sama, yakni menekan potensi penularan dan masuknya varian baru Covid-19 ke negara mereka.
"Tiap negara itu tidak bisa disamakan potensinya, Selandia Baru konteksnya secara geografis saja berbeda, Indonesia juga demikian, di Eropa Inggris juga demikian kira-kira," ujar Dono, dalam virtual Diginas Tribunnews bertajuk 'Sukses Selandia Baru dan Eropa Kendalikan Covid-19', Kamis (8/7/2021) sore.
Menurutnya, saat ini, dari semua peristiwa yang terjadi selama pandemi, yang bisa 'dipetik' pelajarannya adalah bagaimana negara maju dapat mengendalikan laju penyebaran virus tersebut.
"Yang bisa kita tarik adalah pelajaran dari konteks ini dan pelajaran yang bisa ditarik tentang Covid-19 ini," kata Dono.
Ia kemudian menjelaskan bahwa Inggris merupakan negara yang sangat bergantung pada sektor transportasi.
Bahkan ketergantungannya melebihi negara lain di Eropa.
"Inggris adalah negara yang tingkat ketergantungannya dengan transportasi daripada negara negara lain cukup besar," jelas Dono.
Karena negara monarki ini tidak hanya mengandalkan moda transportasi untuk perjalanan warganya saja, namun juga pengiriman barang hingga bahan pangan.
Sehingga ini yang menjadi pertimbangan pemerintah Inggris untuk tidak sepenuhnya menutup perbatasannya dengan negara lain.
Masih ada aturan yang flexible dan 'bisa dikompromikan' terkait faktor ini.
"Bukan cuma transportasi manusia, tapi barang, bahan pangan dan sebagainya. Jadi cara penanganan di Inggris ada komprominya lah," papar Dono.
Dono pun menyebut negara seperti Selandia Baru dan Australia bisa menjaga perbatasannya secara ketat karena letak geografisnya mendukung penerapan kebijakan tersebut.
"Kayak New Zealand (Selandia Baru) menjaga bordernya dengan ketat sekali, Australia juga demikian, menjaga bordernya dengan ketat sekali, itu dimungkinkan karena memang kondisi geografisnya seperti itu," tutur Dono.