Namun seorang Ahli Epidemiologi yang mengepalai tim Poxvirus di CDC, Andrea McCollum mengatakan bahwa meskipun data genomik baru tidak mengubah upaya lembaga tersebut dalam menahan virus, itu akan memperumit penyelidikan tentang asal-usul wabah.
Beberapa negara menyimpan stok vaksin cacar, terutama karena pejabat kesehatan masyarakat merasa khawatir bahwa penyakit yang diberantas lebih dari 40 tahun yang lalu dan dapat membunuh sekitar 30 persen orang yang terinfeksi itu masih dapat dilepaskan secara tidak sengaja dari laboratorium tempat sampel disimpan, atau bahkan bisa dijadikan senjata.
Dua jenis utama vaksin cacar yang tersedia saat ini, masing-masing mengandung virus cacar hidup yang disebut vaccinia dan terkait erat dengan cacar.
Ada vaksin yang disebut sebagai vaksin generasi kedua dan dapat menyebabkan efek samping yang jarang namun serius, karena mengandung vaccinia yang mampu bereplikasi dalam sel seseorang.
Kemudian ada pula versi generasi ketiga yang memiliki lebih sedikit efek samping karena mengandung virus yang dilemahkan yang tidak dapat direplikasi.
Untuk mendukung penilaian CDC dan WHO, kedua lembaga ini pun mengutip 'data masa lalu dari Afrika', di mana wabah telah terjadi selama beberapa dekade.
Data tersebut menunjukkan bahwa vaksin cacar ini diperkirakan memiliki efektivitas sekitar 85 persen dalam melawan infeksi Monkeypox.
Namun saat ini, dua lembaga yang paling banyak dikutip itu mulai 'goyah dan ragu'.
Menurut McCollum, data itu berasal dari studi observasional tahun 1988 yang dilakukan di Zaire, sekarang Republik Demokratik Kongo, yang mempelajari 245 orang yang terinfeksi Monkeypox dan 2.278 kontak mereka.
Karena vaksin cacar generasi kedua dan ketiga menghasilkan respons antibodi yang sebanding pada orang, dibandingkan dengan vaksin generasi pertama yang diberikan dalam penelitian ini namun telah usang, para ilmuwan pun berpikir vaksin yang lebih baru akan memiliki efektivitas yang sama terhadap Monkeypox.
"Ada juga bukti kuat dari penelitian pada hewan yang menunjukkan bahwa vaksin tersebut akan bekerja melawan Monkeypox, namun belum diuji secara langsung terhadap penyakit itu pada manusia," tutur Dean.
Tidak seperti upaya banyak negara dalam merespons virus corona (Covid-19), para pejabat kesehatan masyarakat saat ini tidak mempertimbangkan program kampanye vaksinasi massal untuk Monkeypox.
"Saat ini, risiko Monkeypox bagi masyarakat umum tidak cukup tinggi untuk menjamin perlunya upaya vaksinasi massal, mengingat efek samping dan masalah ketersediaan," kata Direktur Ancaman yang muncul dan Keamanan Kesehatan Global di Foundation for Innovative, Daniel Bausch, di Jenewa, Swiss.
Kendati demikian, jika virus mulai menyebar di populasi yang rentan seperti wanita hamil atau anak-anak, atau jika ternyata memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dari yang diperkirakan, maka perhitungan risiko dan manfaat itu bisa berubah.