Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dokter dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr. Arief Bakhtiar, Sp.P(K) mengungkapkan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary disease (COPD) tidak dapat sembuh.
Meski begitu, terapi bisa mengurangi gejala pada pasien, sehingga dapat menjalani hidup dengan baik.
"Di sini kita lihat tidak ada tujuan (terapi) untuk menyembuhkan, tidak ada. Jadi kita harus sampaikan, sekali terdiagnosis, maka selamanya akan melekat," ungkapnya pada konferensi pers virtual, Rabu (16/11/2022).
Namun demikian, ada terapi untuk penyakit PPOK. Biasanya meliputi farmakologi atau obat-obatan maupun non-farmakologi.
Baca juga: Mengenal Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): Gejala, Faktor Penyebab, hingga Cara Mencegahnya
Dan terapi PPOK, kata dr Arief, bersifat sepanjang umur si pasien. Meski tidak mengobati, terapi penting untuk dilakukan.
Sebab, terapi bertujuan untuk mengurangi gejala antara lain menghilangkan gejala harian supaya tidak terlalu berat.
Lalu meningkatkan toleransi aktivitas atau dapat beraktivitas secara baik serta meningkatkan status kesehatan pasien.
Terapi juga bertujuan untuk mengurangi risiko.
Seperti mencegah berkembangnya penyakit lebih cepat dan lebih lanjut.
Lalu mencegah dan mengobati kekambuhan, serta menurunkan angka kematian.
Penghentian obat tidak dapat dilakukan bagi pasien PPOK, kecuali memang timbul efek samping dari obat yang digunakan.
Ia pun mengimbau pada pasien PPOK untuk tidak ragu melanjutkan pengobatan yang sebelumnya sempat terhenti karena pandemi.
Karena jika terapi atau pengobatan tidak dilanjutkan, maka dapat memengaruhi kualitas hidup.
"Kualitas hidup menjadi jelek, mau lakukan aktivitas kecil sesak. Yang terburuk terjadi gagal nafas, di mana paru-paru tidak mampu mengeluarkan karbondioksida dan mengambil oksigen dengan baik," pungkasnya.