News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU Kesehatan

Deretan Kontroversi RUU Kesehatan yang Ramai Ditolak Dokter, Tenaga Kesehatan hingga Ormas

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Karangan bunga dari berbagai organisasi profesi medis di nasional dan daerah memenuhi halaman luar gedung DPR MPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu(12/4). Isi karangan bunga tersebut menyatakan kekecewaan para nakes terhadap pemerintah dan meminta untuk menghentikan pembahasan RUU Kesehatan Omnibuslaw. Berikut sejumlah kontroversi dalam RUU Kesehatan.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibuslaw Kesehatan atau RUU Kesehatan yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas) DPR RI pada tahun 2023 mendapat penolakan.

Mulai dari dokter, tenaga kesehatan (nakes) hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) menolak RUU Kesehatan yang menuai kontroversi tersebut.

RUU itu dianggap mengancam UU profesi medis yang sudah ada yakni UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan.

Baca juga: Ada Demo Tolak RUU Kesehatan, Dokter dan Nakes Diminta Prioritaskan Pasien 

Berikut Tribunnews.com rangkum sejumlah kontroversi RUU Kesehatan yang mendapatkan penolakan:

Kepastian Hukum Bagi Nakes

Pengurus Pusat Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PP Peraboi) meminta DPR meninjau ulang beberapa poin penting dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan.

Baca juga: DPR Desak Pemerintah Cabut Pasal Tembakau Kategori Narkoba di RUU Kesehatan

Ketua Umum PP Peraboi dr. Walta Gautama, SpB.Subsp.Onk.(K), menilai dalam RUU Kesehatan ada beberapa hal yang akan berisiko secara langsung dan tidak langsung terhadap pelayanan dokter kepada pasien.

PP Peraboi menilai hal lain yang menimbulkan keresahan di kalangan tenaga kesehatan adalah belum adanya kepastian hukum bagi dokter dalam menjalankan profesinya.

Dalam beberapa pasal memang dinyatakan bahwa pemerintah memberikan perlindungan hukum, tetapi masih ada peluang para dokter akan mengalami kondisi penuntutan berlapis yang tertuang dalam DIM RUU Omnibus Law Kesehatan.

Menurut Walta, hal ini  akan berpotensi berkembangnya praktik defensive medicine, yang pada akhirnya juga akan merugikan pasien.

Di sisi lain, Walta juga menyampaikan bahwa pelayanan kasus kanker padat yang melibatkan pembedahan berisiko menimbulkan disfigurasi atau kecacatan.

Tanpa adanya kepastian perlindungan hukum, ada potensi dokter dituntut pasien yang merasa tidak puas dengan hasil pembedahan.

"Kemungkinan adanya tuntutan berlapis mulai dari permintaan ganti rugi, tuntutan pidana dan perdata seperti yang diakomodir dalam pasal 283 RUU Omnibus Law Kesehatan akan menimbulkan praktik defensive medicine," tutur Walta.

"PP Peraboi menilai hal ini akan menurunkan kualitas pelayanan kanker dan akhirnya malah merugikan pasien kanker," tambah Walta.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini