Namun sayang, tidak ada larangan terhadap produk tembakau dengan perasa di Indonesia.
Kebanyakan dari perokok dewasa mengonsumsi kretek dengan campuran cengkeh.
Pada tahun 2020, tercatat sekitar 38 persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas merupakan perokok. 72 persen di antaranya pria.
“Perasa meningkatkan daya tarik produk tembakau dan tingkat konsumsinya. Hal ini cukup jelas dari hubungan antara keberadaaan zat perasa di produk tembakau dengan biaya kesehatan dan sosial yang menghabiskan sekitar US$ 1.6 juta pada tahun 2019 dan jumlah kematian yang berkaitan dengan tembakau sekitar 225.000 per tahun,” ujar Beladenta Amalia peneliti post-doctoraldi IGTC dan juga co-author dalam penelitian ini.
Tujuan utama dari Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) WHO adalah mengurangi daya tarik produk tembakau.
Artikel 9 FCTC menyebutkan dari sudut pandang kesehatan publik, tidak ada pembenaran atas pemberian ijin terhadap penggunaan bahan, seperti perasa, untuk meningkatkan daya tarik produk tembakau.
Saat ini, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Pasifik yang belum meratifikasi FCTC.
Hasil dari penelitian ini mendukung penerapan pelarangan perasa secara komprehensif di Indonesia untuk menurunkan daya tarik produk tembakau.
Penelitian juga menunjukkan bahwa pelarangan produk tembakau dengan perasa, seperti mentol, dapat mengurangi konsumsi tembakau dan meningkatkan usaha berhenti merokok.
Oleh karena itu, sangatlah penting bagi para pembuat kebijakan di Indonesia untuk mengatasi masalah daya tarik kretek dan produk tembakau lainnya dengan melarang penggunaan perasa kimia.
Selain rasa dari produk tembakau itu sendiri, penelitian juga menunjukkan bahwa daya tarik konsumen dipengaruhi oleh keberadaan deskripsi rasa, gambar, dan warna pada kemasan produk.
Larangan dan regulasi yang lebih ketat atas penggunaan gambar, deskripsi, dan warna yang berkonotasi dengan rasa juga dapat menjadi pelengkap penting dalam menerapkan larangan perasa produk tembakau yang komprehensif.