Menurut Aisyah, rencana pelabelan risiko BPA juga berlatar hasil pengawasan yang menunjukkan migrasi BPA pada galon bermerek yang beredar di sejumlah kota.
"Datanya memang cenderung mengkhawatirkan, migrasi BPA ada di kisaran 0,06 ppm sampai 0,6 ppm dan bahkan ada yang di atas 0,6 ppm," katanya.
BPOM sebagai otoritas pun telah berdiskusi dengan semua pihak selama proses penyusunan regulasi pelabelan risiko BPA. Aisyah menyebutkan bahwa terjadi diskusi intens yang melibatkan pelaku usaha air kemasan, baik yang skala mikro, kecil dan menengah, market leader serta asosiasi terkait.
"Alhamdulillah Badan POM mendapat dukungan positif dari banyak kalangan, termasuk Komisi IX DPR," katanya.
Dengan adanya rancangan regulasi pelabelan galon ini, diharapkan kalangan produsen galon bermerek dapat terpicu untuk berinovasi dalam menghadirkan kemasan galon air minum yang lebih terjamin kualitas dan keamanannya.
Ia juga menjelaskan bahwa penyusunan rancangan regulasi tersebut telah melalui semua tahapan perancangan regulasi, termasuk koordinasi dengan kementerian terkait, Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), kalangan akademisi dan ahli.
"Di level kementerian, kami sudah menyepakati urgensi pelabelan ini sebagai bentuk tanggung jawab negara sekaligus untuk melindungi pelaku usaha, termasuk pemerintah, dari kemungkinan tuntutan hukum di masa datang," katanya mengisyaratkan kemungkinan munculnya gugatan publik bila risiko BPA tersebut tak disampaikan ke publik secara terbuka.