Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Kebijakan Penelitian & Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Tikki Pangestu menjelaskan Indonesia memiliki tantangan besar dalam menekan prevalensi merokok.
Saat ini, ada sekitar 60 juta perokok di Indonesia dari total populasi 273 juta orang. Dari 60 juta perokok, 63 persen adalah pria.
Adapun setiap tahunnya, sekitar 230 ribu orang di Indonesia karena merokok atau penyakit yang berhubungan dengan tembakau.
"Prevalensi merokok yang sangat tinggi pada pria dewasa menjadi sumber keprihatinan tersendiri. Upaya memitigasi epidemi merokok menjadi prioritas penting dan mendesak,” ujar Tikki, Senin (8/1/2024).
Tikki melanjutkan ada berbagai strategi untuk membantu perokok dewasa berhenti merokok. Pertama adalah pendekatan cold turkey.
Melalui pendekatan tersebut, perokok dianjurkan untuk berhenti merokok secara langsung tanpa harus mengurangi kebiasaan merokok secara bertahap.
“Ini adalah metode yang agak drastis karena membutuhkan tekad dan keinginan kuat. Pendekatan ini tidak selalu berhasil dan sering dikaitkan dengan kekambuhan yang tinggi,” jelasnya.
Pendekatan lainnya adalah penggunaan terapi pengganti nikotin (Nicotine Replacement Therapy).
Tikki meneruskan, pendekatan ini dengan memaksimalkan berbagai produk yang mengandung nikotin, seperti koyo, permen karet, tablet hisap (lozenges) semprotan hidung atau inhaler.
“Namun sering kali tidak mudah didapat atau dijangkau di negara-negara berkembang seperti Indonesia, di mana mayoritas perokoknya berasal dari kalangan berpenghasilan rendah,” ujarnya.
Pendekatan berikutnya adalah produk tembakau alternatif. Tikki menjelaskan produk tersebut merupakan salah satu solusi paling efektif untuk membantu perokok dewasa beralih dari kebiasaannya sekaligus mengurangi bahaya kesehatan akibat merokok.
“Produk tembakau alternatif bahkan lebih efektif daripada NRT dalam membantu perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya,” katanya.
Pada November 2022 silam, Cochrane Review dalam laporannya menyebutkan penggunaan rokok elektronik selama enam bulan lebih efektif meningkatkan angka berhenti merokok yang signifikan bagi perokok dewasa daripada terapi pengganti nikotin.