Selain penyakit jantung, almarhum suaminya juga pernah melakukan operasi katarak pada mata, yang jika dilakukan dengan biaya sendiri menelan biaya Rp 13.000.000.
Tapi lagi-lagi, BPJS mempermudah semuanya.
Sekali pun sudah menjadi pensiunan, BPJS miliknya masih bisa digunakan.
Pada bulan puasa lalu, Ida pergi ke fasilitas kesehatan atau faskes terdekat untuk mengobati gejala asam urat yang dialaminya.
“Ini pertama kali dipakai untuk diri sendiri. Dulu pernah digunakan untuk mengobati gigi dan kutil di sekitar leher namun ditolak karena dianggap estetik. Perdana saat bulan puasa kemarin digunakan,” ungkapnya.
Ida menceritakan, sudah banyak perubahan pelayanan yang dia rasakan sejak mengawal almarhum suami bolak-balik ke rumah sakit.
Dalam satu dekade program JKN ini, ada perbaikan layanan.
Mulai dari kemudahan meminta surat rujukan hingga fasilitas rumah sakit yang didapat.
Beberapa waktu lalu, Ida harus menemani keponakannya untuk melakukan tindakan cuci darah di rumah sakit yang sama saat suaminya dirawat dahulu.
Dari pelayanan tenaga kesehatan, tidak lagi dijumpai wajah judes dan ketus ketika melayani pasien.
Fasilitas kamar yang juga didapat sesuai kepesertaan.
“Dulu waktu bapak, kalau sesuai peserta dapat kamar kelas 1 tapi selalu dibilang penuh jadi dirawat di kelas 2. Tapi sekarang sudah sesuai kelas kepesertaan,” tuturnya.
Selain itu, kualitas pengobatan juga makin baik.
RS segera merujuk pasien ke RS yang memiliki peralatan lebih lengkap saat kondisi pasien tidak bisa lagi ditangani di RS Kabupaten.