Selain obat simtomatik, pengobatan Mpox dapat melibatkan penggunaan antivirus.
Berdasarkan “Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Mpox (Monkeypox)” yang diterbitkan Kemenkes pada 2023, antivirus yang dikembangkan dan disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk penanganan Mpox, yaitu tecovirimat, cidofovir, dan brincidofovir.
Pemberian antivirus dilakukan setelah pasien berkonsultasi dengan dokter atau tenaga kesehatan.
Hal ini mempertimbangkan kondisi pasien dan gejala yang dialami.
“Kemudian, apa perlu obat yang lain? Itu tergantung gejala simptomatis yang dialami. Antivirus sudah tersedia. Kalau tidak ada, obat simptomatik dapat diberikan untuk memperbaiki keadaan pasien, jangan sampai menurun (kondisinya),” terang Syahril.
“Tetapi, yang paling penting, jangan diam saja (gejala tidak segera diobati). Kalau sakit kepala yang berat dan tidak kuat bisa membahayakan juga.”
Konsultasi ke Fasilitas Kesehatan
Lebih lanjut, Mohammad Syahril menyarankan agar seseorang yang mengalami gejala Mpox segera berkonsultasi ke fasilitas kesehatan.
Tujuan utama dari pemeriksaan ini untuk memastikan apakah gejala yang muncul disebabkan oleh Mpox atau penyakit lain.
Sebab, seseorang yang menunjukkan gejala Mpox belum tentu terkonfirmasi positif.
Jika seseorang dinyatakan positif, dokter atau tenaga kesehatan dapat secepatnya melakukan perawatan yang sesuai dengan kondisi pasien.
“Ke fasilitas kesehatan itu tujuannya yang pertama adalah untuk memastikan, apakah gejala yang dialami Mpox atau bukan. Kalau bergejala, belum tentu Mpox,” kata Syahril.
“Kedua, untuk melakukan isolasi. Kalau pasien nantinya positif Mpox, harus isolasi dengan benar," imbuhnya.
Kemenkes mengimbau seseorang mengalami ruam yang disertai demam atau sakit, harus segera menghubungi fasilitas pelayanan kesehatan setempat dan memberikan informasi yang dibutuhkan.
Selanjutnya, jika seseorang memenuhi kriteria suspek, probable, dan terkonfirmasi positif Mpox, orang tersebut harus segera isolasi diri hingga gejalanya hilang.