Siapa yang tidak mengenal Ulos. Kain tenun khas Batak yang sangat cantik. Biasanya Ulos dipakai pada acara adat atau keagamaan.
Nah, keindahan motif kain tenun Ulos, akan dipamerkan di Museum Tekstil, Jakarta, 20 September - 7 Oktober 2018. Barang yang ditampilkan adalah koleksi pribadi milik Devi Pandjaitan bersama Kerri Na Basaria.
Pameran ini adalah persembahan Yayasan Del dan Tobatenun, serta didukung Kementerian Pariwisata. Tema yang diusung adalah Ulos, Hangoluan, & Tondi. Rencananya, Menteri Pariwisata Arief Yahya akan membuka acara keren tersebut tanggal 19 September 2018.
Pameran merepresentasikan sebuah karya tenun yang menjadi simbol ikatan kasih sayang, restu dan persatuan dalam setiap tahapan kehidupan masyarakat Batak.
"Hangoluan yang berarti Kehidupan dan Tondi berarti Jiwa. Hal ini menggambarkan kain Ulos merupakan gambaran kehidupan dan jiwa masyarakat Batak," jelas Devi Pandjaitan, Jumat (14/9).
Ditambahkannya, pameran berkolaborasi dengan salah satu interior desainer muda Indonesia, Mita Lukardi.
Yang artinya, pameran akan dikemas segar dan menarik. Kain-kain Ulos akan ditampilkan dalam berbagai bentuk instalasi dekor. Detailnya menceritakan tahapan kehidupan.
"Sangat diharapkan pameran dapat menarik minat anak muda untuk lebih menghargai budayanya. Salah satu instalasi modern yang ada di pameran adalah motif Ulos yang tertuang di anyaman rotan sepanjang 25 meter," tuturnya.
Kegiatan ini, dilakukan untuk melestarikan budaya. Selain itu untuk menanam rasa cinta terhadap kain tenun Ulos kepada generasi muda.
Pameran ini juga ditujukan untuk memperkenalkan Ulos kepada masyarakat luas dan mendorong masyarakat untuk menggunakan kain bermotif Ulos dalam berbagai acara, seperti layaknya batik.
Sementara itu, Plt Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata RI NW Giri Adnyani mengatakan, Ulos lebih dari sekadar tradisi.
Menurutnya, Ulos tidak mudah lekang karena panas dan tidak lapuk karena hujan.
"Ulos tidak hanya menyimpan tradisi Batak yang kental dan sarat makna, tapi juga prestise dari moderenisasi proses akulturasi," ujar Giri.
Tidak hanya Indonesia, lanjut Giri, sejumlah museum dan universitas di Singapura, Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda bahkan ikut melakukan kajian tentang ulos. Karena dianggap unik dan sangat tua.