Evakuasi Kapal
Selain itu, Ahmad juga memaparkan beberapa pencapaian KPLP di Lingkungan Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai Kelas II Bitung. Diantaranya adalah melakukan evakuasi kapal kandas MV Graha Angkasa di Likupang pada perairan Serei tanggal 4-5 Februari 2020.
"Repatriasi 155 ABK WNI Kapal MV. Long Xing 601 di Pelabuhan Samudera Bitung tanggal 7 November 2020 dan bantuan SAR terhadap kapal KM Anugrah Ilahi di perairan Batu Putih tanggal 1 maret 2020," ujarnya.
Menjaga Kelestarian Lingkungan Maritim
Hingga beberapa tahun mendatang, minyak dan gas bumi masih akan menjadi bahan bakar utama yang digunakan umat manusia. Karenanya, pengeboran minyak bumi di lautan masih akan terus dilakukan.
"Padatnya lalu lintas kapal di seluruh perairan Indonesia sangat berpotensi terjadinya kecelakaan di laut dan berakibat terjadi tumpahan minyak yang mencemarkan atau merusak lingkungan laut dan sungai. Untuk itu, maka Indonesia sangat memerlukan adanya sistem tindakan penanggulangan tumpahan minyak yang cepat, tepat, dan terkoordinasi," ujarnya.
Ahmad menjelaskan beberapa kejadian pencemaran laut yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat dan koordinasi yang akurat dengan berbagai instansi terkait antara lain adalah kejadian tumpahan Minyak di Balikpapan pada tanggal 31 Maret 2018 di Perairan Teluk Balikpapan yang diakibatkan dari kebocoran pipa bawah laut milik PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) V Balikpapan dari terminal Lawe-lawe, Penajam, Paser Utara menuju RU V di Balikpapan serta terjadinya tumpahan Minyak Platform YYA-1 milik PHE ONWJ terjadi pada tanggal 12 Juli 2019.
Mengatur Tata Ruang Laut
Ahmad menyebutkan pencurian pipa dan kabel bawah laut mengakibatkan pemilik pipa dan kabel mengalami kerugian yang cukup besar akibat bocornya pipa dan kabel putus.
Peningkatan trafik kapal yang semakin tinggi juga menjadi kendala dengan terjadi garukan jangka. Hal ini akibat tidak tertatanya penempatan pipa dan kabel, pemilik atau operator pipa/kabel tidak menginformasikan letak atau posisi pipa/kabel miliknya kepada syahbandar, sehingga pada saat kapal melakukan lego jangkar di anchorage area tidak terinformasi.
Menurut Ahmad, upaya tersebut terbagi menjadi 2 (dua) bentuk, yakni bentuk pengamanan di atas air dan bentuk pengamanan di bawah air.
“Bentuk pengamanan di atas air dilakukan dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP), Peta Laut Indonesia, sosialisasi kepada masyarakat maritim yang menggunakan perairan di sekitar area pipa dan kabel laut, serta penegakan hukum terhadap ilegal anchoring dan patroli laut,” jelas Ahmad.
Sedangkan bentuk pengamanan di bawah air dilakukan dengan cara memberikan proteksi pengamanan bawah air dengan memperhitungkan kualitas proteksi dari potensi ancaman yang dapat merusak pipa dan kabel bawah laut dengan penempatan kabel di dasar perairan atau tidak melayang.
"Selain itu, upaya lain juga kami lakukan melalui kegiatan patroli dengan menggunakan armada kapal patroli milik Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Untuk itu, apabila diperlukan, para pemilik instalasi/bangunan di perairan dapat melakukan koordinasi dengan Direktorat KPLP,” tutup Ahmad. (*)