TRIBUNNEWS.COM - Kecamatan Guntur, tepatnya di Desa Tlogoweru, sebagian besar orang terutama masyarakat di wilayah Kabupaten Demak dan sekitarnya mengenal daerah ini sebagai salah satu ikon desa wisata yang ada di Jawa Tengah. Unggulannya yakni penangkaran burung hantu. Konsep desa wisata ini memang bermula dari tangan dingin sang kepala desa yang mampu menarik minat pemilik dana untuk membantu pengembangan desa ini dengan produk unggulan lokal yang ada.
Hantaman pandemi Covid-19, turut menekan kondisi ekonomi masyarakat Desa Tlogoweru. Penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jawa Tengah telah secara langsung menurunkan kinerja sektor parawisata, termasuk minat wisatawan untuk berkunjung ke desa wisata yang berada di selatan Kota Demak ini.
Konon, pertengahan tahun 2016, salah seorang warga berinisiatif untuk membentuk kelembagaan kelompok tujuannya untuk memperkenalkan dan mengembangkan komoditas unggulan lainnya yakni ikan lele. Gayungpun bersambut, inisiatif ini disambut baik oleh pemerintahan desa dengan berjanji untuk memfasilitasi kebutuhan kelompok melalui dana desa.
Adalah Kasnadi, dibalik perjuangan awal membentuk kelompok ini yang belakangan diberi nama kelompok Tri Mino. Kasnadi, yang lebih populer di kampungnya dengan nama panggilan Bang Jali ini kemudian berinisiatif memfokuskan bidang usaha kelompoknya pada pembuatan pakan ikan.
Alasannya saat itu, kegiatan usaha budidaya lele mulai berkembang di Kabupaten Demak dan kendala utama yang dihadapi para pembudidaya ikan yakni biaya pakan yang mahal, hingga banyak pembudidaya ikan yang buntung (rugi).
Tahun 2017, Jali yang menakhodai kelompok baru seumur jagung ini mencoba mengajukan permohonan bantuan paket mesin pengolah pakan ikan. Alhasil, tahun 2018, kelompoknya menerima bantuan langsung dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yakni berupa mesin penepung bahan baku dan mesin pencetak pelet. Kala itu, memang sejak tahun 2015, KKP tengah gencar mendorong Program Gerakan Pakan Mandiri (Gerpari) di berbagai daerah.
Dalam perjalanannya, diakui Jali, banyak sekali kendalanya, termasuk penguasaan teknologi yang minim dan keterbatasan akses bahan baku menjadi masalah pokok yang mereka hadapi saat awal-awal pengembangan pakan mandiri.
Namun berkat kerja keras dan kemauan kuat untuk maju, Jali terus berupaya mencari solusi dengan jalan terus belajar dan mencari jejaring informasi lewat berbagai media. Hingga akhirnya pihak BBPBAP Jepara turun tangan membantu memfasilitasi akses informasi teknologi, dan bahan baku, disamping fasilitasi untuk mengikuti berbagai bimbingan teknis.
"Selama awal pengembangan sekaligus menakhodai kelompok Tri Mino, banyak sekali kendala. Selalu jatuh bangun, bahkan anggota kelompok banyak yang pesimis dan mundur alon-alon. Di benak saya, saya bertekad bahwa saya harus berusaha memberikan bukti bahwa usaha ini harus berhasil, terlebih saya ini inisiator untuk menggeluti usaha ini. Saya belajar, bangun jejaring dan tentu dibelakang ini ada sosok Pak Kades yang terus support usaha kami agar terus bertahan. Awalnya saya kerjakan semuanya bersama istri dibantu anak sulungh saya," kenang Jali.
Merk Pakan "Jali Lele" Berhasil Tembus Pasar Hingga ke Luar Demak
Empat tahun perjalanan kelompok Tri Mino dibawah nahkoda Jali, lambat laun menunjukkan perkembangan pesat. Tahun 2019, Jali berhasil mengembangkan formulasi pakan yang ia ramu sendiri dari bahan baku lokal. Hasilnya sungguh memuaskan dan mendapat respon positif di kalangan pembudidaya.
Testimoni dari banyak pembudidaya lele, sebut saja Setiono yang mengaku pakan produksi kelompok Tri Mino memiliki keunggulan, salah satunya yakni tingkat efisiensi pakan yang baik.
"Saya akui, walaupun bukan hasil produksi pabrikan tapi pakan mandiri ini punya FCR yang rendah yakni maksimal 1,2, disamping harganya yang murah. Ini tentu menambah keuntungan usaha budidaya. Bayangkan saja, harga pakan lele pabrikan saat ini minimal Rp10.500,- per kg, sementara pakan mandiri hanya Rp. 6.500,- per kg. Artinya kami dapat nilai tambah minimal 30%," aku Setiono, saat memberikan pengakuannya.
Respon yang positif di kalangan pembudidaya, akhirnya mendorong Jali untuk memunculkan merk dagang pakan yang ia produksi dengan nama "Jali Lele". Meski namanya Jali Lele, namun jenis pakan mandiri yang ia produksi tidak hanya untuk ikan lele tapi untuk berbagai komoditas ikan tawar.