News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Lestari Moerdijat: Butuh Political Will yang Kuat untuk Atasi Kendala Pengobatan Kanker Payudara

Editor: Content Writer
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Pekerjaan Rumah dalam Memperingati Bulan Kesadaran Kanker Payudara yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (25/10/23).

Padahal, tegas Iene, kesehatan ibu dan bebas dari kanker payudara sangat fundamental untuk diwujudkan, mengingat ibu sangat berperan penting dalam perkembangan sebuah negara. Iene menyarankan agar advokasi dan sosialisasi tentang kanker payudara juga ditujukan kepada para pemangku kebijakan, sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat efektif dalam menekan angka kasus kanker payudara di tanah air.

Ketua Tim Kerja Pengendalian Kanker Direktorat Jenderal P2P Kementerian Kesehatan RI, Theresia Sandara mengungkapkan, pemerintah mencatat kasus baru kanker payudara di Indonesia tercatat 2,2 juta per tahun. Sementara itu, tingkat kematian akibat kanker payudara di dunia rata-rata tercatat 46 kasus per 100.000 penduduk dan di Indonesia rata-rata tercatat 44 kasus per 100.000 penduduk.

Berdasarkan catatan itu, kanker payudara masih menjadi persoalan di Indonesia, karena 70 persen teridentifikasi pada stadium lanjut. Kanker payudara dapat diatasi dengan baik jika ditemukan pada stadium awal.

Selain itu, ungkap Theresia, cakupan skrining terkait kanker payudara terbilang rendah yaitu 10,75 persen dari populasi perempuan. Kondisi itu diperparah dengan waktu tunggu sejak didiagnosa terkena kanker sampai mendapatkan tindakan definitif relatif lama, yaitu 9-15 hari.

Baca juga: Lestari Moerdijat: Kemudahan Akses Pendidikan Harus Konsisten Diwujudkan

Menurut Theresia, upaya promosi kesehatan dan edukasi sangat penting agar masyarakat mau melakukan deteksi dini kanker payudara. Keterlibatan tokoh masyarakat, tokoh agama dan organisasi kemasyarakatan, serta pihak swasta dalam sangat diperlukan dalam proses sosialisasi dan edukasi untuk memperluas upaya deteksi dini kanker payudara.

Tak hanya pihak ketiga, dibutuhkan pula kesadaran masyarakat untuk melakukan tahapan deteksi dini dimulai dari periksa payudara sendiri (SADARI), pemeriksaan payudara secara klinis (SADANIS), pemeriksaan USG hingga pemeriksaan mamografi.

Hambatan lain yang dihadapi dalam upaya menekan angka kasus kanker payudara, antara lain kurangnya informasi dan edukasi, terbatasnya fasilitas dan tenaga kesehatan yang kompeten, termasuk laboratorium, seperti yang diungkapkan oleh Ketua Umum CISC, Aryanthi Baramuli Putri.

Akibatnya, waktu tunggu sejak terdiagnosa kanker hingga mendapat tindakan cukup lama. Terlebih, pemanfaatan obat yang tepat bagi penderita kanker payudara sub type HER2 Positif terkendala dengan peraturan yang berlaku.

Baca juga: Sampaikan Orasi Ilmiah, Lestari Moerdijat: Perlu Pemimpin yang Mampu Memimpin dengan Hati

Menurut Aryanthi, dibutuhkan kebijakan yang tepat dan mampu menjawab kebutuhan para penderita kanker payudara, selain ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI, Ratu Ngadu Bonu Wulla mengatakan, semua pihak harus mampu bekerja sama untuk menyebarluaskan deteksi dini kanker payudara melalui SADARI, SADANIS, pemeriksaan USG dan mamografi.

Ratu Ngadu juga berharap, daerah-daerah yang kesulitan mengakses layanan deteksi dini dapat diupayakan untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat agar tidak ada lagi daerah yang tidak terlayani.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini