Sama halnya seperti warna merah, kedua warna tersebut juga dianggap lambang kemakmuran.
Oleh sebab itu, warna kuning dan emas diharapkan bisa membawa aura positif.
Sementara itu, dikutip Tribunnews.com dari laman Readerdiggest, kepopuleran warna merah bagi etnis Tionghoa ini berawal dari sebuah legenda China.
Legenda itu bercerita tentang Nian atau seekor binatang buas yang meneror penduduk di desa di Tahun Baru dan suka memangsa hasil perkebunan, ternak bahkan anak-anak.
Nian ini merupakan seekor banteng berkepala singa.
Penduduk desa mengetahui bahwa Nian sangat takut pada api, kebisingan dan warna merah.
Oleh karena itu, warga desa pun mampu mengalahkan makhluk ini, dan sejak saat itu pula, warga menganggap bahwa merah adalah warna keberuntungan.
Selain itu merah menjadi warna utama untuk festival.
Baca: 25 Kartu Ucapan Bergambar Tahun Baru Imlek 2020, Cocok untuk Update Facebook, WA, dan Instagram
Lampion merah menggantung di jalanan, menghiasi rumah-rumah, bank dan gedung-gedung resmi dihiasi dengan gambar Tahun Baru merah yang menggambarkan gambar kemakmuran.
Sebagian besar dekorasi publik dilakukan sebulan sebelumnya, tetapi dekorasi rumah secara tradisional dilakukan pada Malam Tahun Baru Imlek.
Kata Imlek, hanya Ada di Indonesia
Kepala Kajian dan Riset Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia (Aspertina), Aji Bromokusumo menyebut, sebutan “imlek” lahir melalui proses serapan penduduk Nusantara terhadap istilah Hokkian, “yin li”.
“Imlek berasal dari kata yin li, artinya lunar calendar. Jadi tahun baru China itu sama dengan tahun baru Islam karena dihitung berdasarkan peredaran bulan,” ucap Aji kepada KompasTravel di Restoran Lei Lo, bilangan Senopati pada Kamis (31/1/2019) dikupit dari Kompas.com.
Usut-punya usut, sebutan “imlek” ternyata hanya bisa ditemui di Indonesia.