TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perempuan modern saat ini bisa dikatakan tak bisa lepas dari skincare karena dipercaya membantu meningkatkan rasa percaya diri melalui perawatan kulit wajah lebih glowing dan awet muda.
Keyakinan tersebut membuat banyak produk perawatan kulit dan wajah sangat diminati masyarakat, mulai dari jsnis sabun cuci wajah, toner, serum, moisturizer, sunscreen, essence, hingga krim mata.
Peredaran skincare ini sangat mudah ditemukan mulai dari toko offline, hingga di platform digital. Sebagian diantaranya, dipromosikan dengan cara masif dan cenderung berlebihan.
Beberapa diketahui menggunakan jasa influencer untuk membangun opini dan mempengaruhi persesi masyarakat baik melalui fake order agar terlihat laris, hingga penggunaan buzzer yang membuat konsumen kesulitan mengidentifikasi review asli dari konsumen, atau merupakan rekayasa.
David Lee Thompson, atau yang akrab disapa DLT, praktisi klinik kecantikan berpendapat, persaingan bisnis skincare dengan promosi berlebihan sudah tak sehat sehingga konsumen tak terlindungi.
Dia menemukan ada kecenderungan di kalangan pelaku industri ini yang melebih-lebihkan kandungan dalam sebuah produk kecantikan.
“Saya tidak tahan melihat konsumen di Indonesia tertipu oleh produk-produk yang overclaim dan overprice," kata dia dalam keterangan tertulis dikutip Jumat, 4 Oktober 2024.
Dia mengatakan, karena kebutuhan skincare sedang hype, banyak konsumen yang tidak sadar mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk suatu produk. "Tapi mereka tidak mendapatkan manfaat yang sesuai dengan yang mereka bayar,” terang David Lee Thompson.
Dia juga menjelaskan bahwa tren overclaim ini juga seringkali ditambahkan dengan teknik marketing yang tidak etis.
David Lee menjelaskan berdasar pengalamannya terjun di bisnis sebetulnya biaya produksi dengan menggunakan bahan produk-produk beauty berkualitas tidaklah semahal yang dijual oleh beberapa produk yang ada di pasaran saat ini.
Baca juga: Jangan Cuma Lihat Kandungan, Cek Label dan Izin Edar Pastikan Skincare Aman Bagi Kulit
"Menurut saya terpenting dari pembuatan produk-produk beauty itu hanya pemilihan kandungan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan kulit konsumen Indonesia dan dilakukan sesuai dengan prosedur dan regulasi yang sudah ada,” terangnya.
Karena itu, pihaknya berupaya mengedukasi agar para ‘beautymania’ mendapatkan pemahaman yang tepat tentang skincare.
Baca juga: Bahaya Ikut Tren Baru Meracik Skincare Sendiri Do It Yourself Skincare yang Harus Diketahui
Dia membagikan tiga tips aman berbelanja skincare.
1. Pastikan Teruji Secara Klinis
Mudahnya penjualan produk beauty di kanal e-commerce dan social commerce, mendorong pertumbuhan brand-brand besar maupun kecil secara masif.
Menurut risetnya, sebagian besar brand melakukan strategi marketing overclaim untuk menarik minat pasar. Lebih jauh lagi, seringkali brand-brand tersebut tidak melalui prosedur yang tepat, sehingga tidak teruji secara klinis.
Guna menghindari overclaim, pastikan kandungan-kandungan serta manfaat yang diklaim tersebut teruji secara klinis, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Jangan Tergiur Diskon Harga Terlampau Tinggi
Saat ini mudah ditemui berbagai produk kecantikan yang kerap kali mematok harga tinggi di pasar, namun secara rutin memberikan potongan harga di atas 40 persen atau ‘gimmick giveaway’ seperti emas atau produk-produk premium secara rutin.
Menurut David, hal ini menimbulkan indikasi bahwa tingginya harga produk bukan merupakan biaya produksi produk kecantikan tersebut.
3. Teliti Review Influencer
Teliti terhadap rekomendasi orang-orang tertentu, seperti influencer dan brand ambassador.
Menurut David Lee, saat ini banyak sekali oknum-oknum yang hanya mementingkan benefit komersial yang ditawarkan oleh brand, tanpa memperhatikan kualitas produk sesungguhnya.
Akibatnya saat ini kita dapat menemukan review-review ‘palsu’ dan berpotensi merugikan konsumen. Menurutnya, ada baiknya cek beberapa review dan tidak terpatok oleh satu influencer atau brand ambassador saja.