Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan pesta demokrasi kerap diisi dengan fenomena politik yang mampu mendegradasi nilai demokrasi di suatu negara. Hal itu muncul karena buruknya perilaku politik yang hanya mengedepankan aspek pragmatisme dan ego kelompok tertentu.
Fenomena politik yang dimaksud adalah maraknya politisasi SARA dan informasi hoaks serta ujaran kebencian.
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengatakan fenomena itu sulit dihindari ketika di saat bersamaan tumbuh subur realitas digital yang banyak digunakan oleh mayoritas rakyat Indonesia.
"Fenomena tersebut sulit dihindarkan ketika tumbuh subur di dalam realitas digital atau media sosial yang banyak digunakan oleh mayoritas masyarakat Indonesia," kata Koordinator Seknas JPPR, Nurlia Dian Paramita kepada wartawan, Kamis (6/10/2022).
Berkenaan dengan hal ini, JPPR meminta aparat penegak hukum serta pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan sanksi tegas atas segala bentuk informasi hoaks atau ujaran kebencian dalam Pemilu Serentak 2024 sebagaimana ketentuan.
"Menuntut aparat penegak hukum serta pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan sanksi tegas atas segala bentuk informasi hoax dan ujaran kebencian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan demi menjaga keamanan dan kelancaran kehidupan berdemokrasi di Indonesia," terangnya.
JPPR dan koalisi pemerhati pemilu juga meminta masyarakat menolak politik identitas atau politisasi SARA dalam pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.
Baca juga: Saat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Colek Anies Baswedan, Ingatkan Waspada Politik Identitas
Pasalnya hal tersebut hanya akan mengakibatkan perpecahan bangsa dan menjauhkan nilai kehidupan berdemokrasi.
"Menolak politik identitas atau politisasi SARA dalam pelaksanaan pemilu serentak tahun 2024 yang akan mengakibatkan perpecahan bangsa dan menjauhkan dari nilai-nilai atau esensi kehidupan berdemokrasi," ujarnya.