TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Calon presiden luar pulau Jawa mendapat tantangan pada Pemilu 2024 mendatang.
Hal ini menjadi sorotan akademisi Universitas Hasanuddin, Dr Iqbal Latief dalam diskusi bertema "Jawa adalah kunci Pemilu 2024" di Aula Prof Syukur Abdullah, FISIP Universitas Hasanuddin (Unhas), Senin (14/11/2022).
“Kalau kita bicara topik Jawa adalah Kunci, konstitusi kita mengatur kedaulatan di tangan rakyat. Salah satu elemen demokrasi adalah persamaan hak, keterbukaan dan kebebasan,” kata Iqbal.
Setelah melihat kesamaan hak setiap warga negara, maka semua warga negara mempunyai hak untuk menjadi seorang presiden.
“Tak mesti Jawa, tak mesti Sumatera, tak mesti Sulawesi, tapi kita semua punya hak untuk menjadi seorang presiden. Namun, masalahnya realitas politiknya, kita sudah menghadapi Pemilu 11 kali sejak 1955, kebetulan semua presidennya lahir di Jawa, saya bilang bukan orang Jawa, dan ada satu presiden yang lahir di Parepare, Sulsel,” katanya.
Baca juga: Soal Jatah Pilpres 2024, PDIP: Wajar Saja, Prabowo Anak Buah Jokowi
Dosen Sosiologi Politik itu menganggap semua kemungkinan bisa terjadi dalam politik.
“Kalau kita melihat secara statistik pemilih terbesar di Pulau Jawa, apalagi di Indonesia timur hanya 15 persen. Sulsel yah 7 persen. Jadi ini adalah realitas politik yang kita harus pahami,” katanya.
Ia pun menganggap pemberian kedaulatan sebagai presiden adalah kepada orang yang lahir di Jawa.
“Tadi Mas Panji menyatakan entitas atau etnik tidak kuat lagi. Tapi kita sudah punya komitmen untuk satu bangsa, satu bahasa dan satu negara. Rentetan pemilu ini adalah suatu referensi bahwa semua orang di Indonesia bisa menjadi presiden,” katanya.
Baca juga: Boni Hargens Duga Kelompok Mafia Migas Akan Sangat Liar dan Bergerak Lebih Keras pada Pilpres 2024
Mantan ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan ini pun menyebut setiap individu di luar Pulau Jawa harus memiliki keunggulan luar biasa.
"Rentetan proses pemilu mesti dijadikan referensi untuk jadi presiden. Kalau di luar Jawa, tentu ada syaratnya. Kalau kita ingin terpilih, harus punya keunggulan individu luar biasa," katanya.
Ia mencontohkan sosok BJ Habibie yang sempat memimpin Indonesia.
BJ Habibie lahir di Kota Parepare, Sulawesi Selatan.
Baca juga: PDIP Soal Pilpres 2024 Jatah Prabowo: Itu Hanya Pujian dan Bukan Sikap Jokowi
Habibie adalah pencetus pesawat pertama buatan bangsa.
Tak hanya itu, Jusuf Kalla pun dinilai menjadi role model pas dengan prestasi mentereng dari luar Jawa.
"Pak Jusuf Kalla bertarung di 2009, tapi dengan potensi diri yang dimiliki bisa bertarung. Paling penting sebenarnya adalah proses pemilu tak membuat kita bercerai berai. karena kita ini negara paling gampang konflik. Kita ini sangat pluralistik,” kata Dr Iqbal Latief.
Iqbal mewanti-wanti masyarakat soal politik sumbu pendek seringkali menjangkiti masyarakat Indonesia jelang Pemilu 2024.
"Kita kenal dengan istilah politik sumbu pendek. Begitu ada sesuatu langsung meledak, nanti baru dipikir ternyata salah. Yang paling penting, jangan sampai Pemilu atau Pilpres membuat garis sangat panjang dan lama," katanya.
Ia menjelaskan bangsa Indonesia sudah punya pengalaman pada Pemilu 2019.
“Ada dulu cebong dan kampret itu jangan sampai kembali lagi di Pemilu 2024,” katanya.
Iqbal menganggap Jawa adalah Kunci adalah realitas sosial.
“Tapi prinsip kita selama ini adalah harmoni. Kalau presidennya kebetulan lahir di Jawa, tapi presidennya diharapkan kebetulan lahir di timur,” ujarnya.
Sehingga, Iqbal pun setuju dengan pasangan pelangi.
“Karena keharmonisan dalam politik akan berefek ke dimensi lain. Saya melihat isu Jawa adalah Kunci adalah bagian dari diskursus politik supaya anak muda tak alergi dengan politik,” katanya.
Dalam akhir pemaparannya, dalam Pemilu 2024 ada dua kondisi yakni ideal dan realistik.
“Dalam kondisi ideal, kita semua punya hak yang sama untuk menjadi presiden. Tapi dalam kondisi realitas, kita juga harus memahami satu kesatuan yang utuh,” katanya. (faqih imtiyaaz/wahyudin tamrin/hasim arfah)