News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Dianggap PDI Perjuangan Sekadar 'Hore-hore', Golkar: Kami Bela Kepentingan Rakyat

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar Dave Laksono menegaskan, sistem proporsional tertutup merupakan sebuah kemunduran demokrasi. 

Pernyataan Dave itu sekaligus merespons pernyataan Ketua DPP PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul yang menyebut delapan parpol bersikap menginginkan sistem proporsional terbuka pada Pemilu 2024 sekadar hore-hore.

"Kami semua yang sepakat di 8 partai itu berlandaskan bahwa kita ini mengawal konstitusi, membela kepentingan rakyat,” kata Dave wartawan usai konferensi pers Refleksi Tahun 2022 dan Harapan Tahun 2023, di Kantor PPK Kosgoro 1957, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (13/1/2023).

Ketua Umum PPK Kosgoro 1957 ini meyakini, sikap delapan parpol menolak sistem proporsional tertutup untuk melakukan hal terbaik mengawal konstitusi yang telah berjalan sejak reformasi 1998 lalu.  

Menurutnya wacana sistem pemilu proporsional tertutup sama saja mundur ke Orde Lama atau Orde Baru.

"Jangan kita mundur ke orde lama atau orde baru, tapi kita justru maju ke depan. Merefornasi sistem hukum dan membangun demokrasi," ujar anggota Komisi I DPR RI itu.

Sebelumnya, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul menegaskan partainya kukuh menginginkan sistem pemilu tertutup. 

Dia menyebut delapan parpol yang menolak proporsional tertutup hanya sekadar “hore-hore”. 

"Ini diskursus biasa saja. Soal penolakan monggo. Pengambil keputusan adalah 9 hakim MK. Kalau ini saja hanya untuk hore-hore saja," kata Bambang Wuryanto.

8 Fraksi di DPR Suarakan Penolakan Terhadap Wacana Sistem Proporsional Tertutup

Delapan fraksi partai politik (parpol) di DPR RI menyuarakan penolakan terhadap wacana sistem pemilu proporsional tertutup.

Delapan fraksi itu yakni Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN dan PPP.

Baca juga: Inisiasi Tolak Proporsional Tertutup, Golkar Dinilai Siap Hadapi PDIP

Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menyatakan, sikap tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan delapan elite parpol yang digelar beberapa waktu lalu.

"Setelah dikeluarkannya rilis itu, pertama kemarin adalah atas komunikasi, jadi atas komunikasi yang dilakukan oleh pimpinan fraksi masing-masing, setelah tanggal 3 Januari kepada pimpinan partai politik, maka 8 partai politik ketua umum-ketua umumnya sepakat, untuk melakukan pertemuan yang sudah terjadi pada tanggal 8 Januari di hotel Dharmawangsa," kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

"Dari pertemuan itu juga kemudian disepakati dan kemudian juga diberikan arahan kepada masing-masing fraksi lagi untuk melakukan langkah-langkah," imbuhnya.

Doli mengatakan, Indonesia adalah negara yang menganut sistem pemilihan langsung, terutama dalam pemilihan presiden dan kepala daerah juga dalam pemilihan legislatif.

Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat diberi kesempatan untuk bisa mengenal, memilih dan menetapkan wakil mereka secara langsung orang perorang, tidak lagi tertutup, tidak lagi menyerahkan sepenuhnya hanya ke melalui kewenangan partai politik semata.

"Itulah kemajuan sekaligus karakteristik demokrasi kita Indonesia, perpaduan yang sangat indah antara keharusan kedekatan rakyat dengan wakilnya dan keterlibatan institusi partai politik yang tetap harus dijunjung," ujar dia.

"Rakyat kita pun juga sudah terbiasa berpartisipasi dengan cara demokrasi seperti itu," lanjutnya.

Berikut pernyataan sikap penolakan wacana sistem proporsional tertutup delapan fraksi di DPR yang dibacakan Ketua Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia.

1. Bahwa kami akan terus mengawal pertumbuhan demokrasi Indonesia tetap ke arah yang lebih maju

2. Kami meminta makanan konstitusi untuk tetap konsisten dengan keputusan MK nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada tanggal 23 Desember 2008 dengan mempertahankan pasal 168 ayat 2 undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 sebagai wujud ikut menjaga kemajuan demokrasi Indonesia.

3. Mengingatkan KPU untuk bekerja sesuai dengan amanat undang-undang tetap independen, tidak mewakili kepentingan siapapun kesuali kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

Baca juga: Megawati Sebut Jokowi Kasihan Tanpa PDIP, Begini Kata Adian Napitupulu

Demikian pernyataan bersama ini kami sampaikan atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini