TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - CEO Tribun Network Dahlan Dahi mengatakan agenda Mata Lokal Memilih menjadi penting menyambut pesta demokrasi Indonesia setahun mendatang.
Menurutnya, Republik Indonesia dengan 17 ribu lebih pulau memerlukan akses untuk dilihat.
"Yang terjadi adalah orang-orang di pelosok Indonesia itu hanya melihat dan teman-teman dari Jakarta yang berbicara mendefinisikan persoalan sehingga teman-teman yang di daerah yang menerimanya," ungkap Dahlan dalam talkshow yang helat Tribun Network, di Studio Kompas TV, Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Dahlan memandang tugas Tribun Network memberikan akses itu seluruh prespektif lokal dari panggung ke panggung nasional.
Baca juga: DPR: Pentingnya Kerja Sama Semua Pihak Wujudkan Pemilu Lebih Baik
Kata dia, Tribun Network berkomitmen dan bercita-cita untuk membukakan akses hingga ke seluruh daerah.
"Kami ingin orang Papua berbicara tentang Papua dan tentang diri mereka sendiri, masalah Papua jangan hanya dilihat oleh mereka sendiri seperti juga di Bali itulah Mata Lokal Memilih," urai Dahlan.
Tribun Network turut mendorong agar pilihan demokrasi nantinya lahir dari perspektif lokal.
Dahlan menambahkan sama halnya dengan perumusan kebijakan yang dibuat di parlemen lahir dari berbagai macam perspektif.
"Ketika regulasi itu ketuk palu sebetulnya hal itu puncak dari banyaknya sudut pandang dan sama dengan menjamin kebhinekaan Indonesia," imbuhnya.
Dahlan menyampaikan Mata Lokal Memilih akan berlanjut mengawal jalannya demokrasi di berbagai kota besar.
Tidak hanya sampai di Pemilihan Presiden tetapi juga Pemilihan Kepala Daerah dalam rangka menjamin beragam perspektif.
"Demokrasi adalah cara paling beradap untuk mencari kepemimpinan dan ini pesat besar Presiden, Wakil Presiden, seluruh anggota DPR, DPD akan berganti," tukas Dahlan.
Menurut dia, orang-orang yang akan dipilih ini yang akan menentukan nasib bangsa apakah akan ke kiri atau ke kanan.
"Mereka lah yang akan menentukan apakah Indonesia akan tetap warna warni Bhineka Tunggal Ika atau tetap satu warna, dan mereka yang akan menentukan berapa besar kita bayar pajak," imbuhnya.
Dahlan mengingatkan media harus netral untuk menjalankan fungsinya secara baik dan untuk Bhineka Tunggal Ika.
"Tribun ingin memastikan dia harus netral karena Tribun ini ada di Aceh, ada di Bali, ada di Kupang, ada di Flores, beragam sekali sangat Indonesia kalau tidak memihak kepada kebhinekaan maka Tribun tidak akan eksis," pungkasnya.
Rumah Rakyat
Politisi Partai Golkar Tantowi Yahya menceritakan saat dirinya kali pertama bergabung partai berlambang beringin.
Tantowi merasakan tidak ada karpet merah kepada masyarakat dari kelompok atau profesi tertentu.
"Sejak awal gabung saya merasakan Golkar menjadikan dirinya rumah untuk semua rakyat Indonesia, aktivis, organisatoris, pengusaha, alim ulama, para pendidik, profesional termasuk
seniman yang sekarang disebut sebagai selebriti," ucap Duta Besar (Dubes) Keliling Asia Pasifik tersebut.
Tantowi menjelaskan apapun bidang yang digeluti mendapat porsi yang sama dengan profesi lain.
Sehingga tidak ada keistimewaan sama sekali caleg ataupun kader ataupun anggota legislatif yang latar belakangnya artis.
Baca juga: Tidak Mau Tragedi 2019 Terulang, DPR: Harus Ada Garansi untuk Petugas Pemilu
"Ketika gabung dengan Golkar tahun 1996 kemudian baru menjadi caleg pada tahun 2009 kemudian diterima bersama teman sejawat saya Nurul Arifin. Maju lagi tahun 2014 alhamdulillah terpilih
namun di tengah jalan saya mendapatkan tugas lain dari bapak Presiden sebagai dubes," tuturnya.
Tantowo merasakan kiprahnya 20 tahun lebih bersama Partai Golkar cukup gemilang yakni 10 tahun duduk di kursi parmen
Pencapaian itu, lanjut dia, bisa diraih melalui proses panjang dan tidak ada yang instan.
"Menurut saya tidak ada jalan pintas yang bisa kita lakukan jadi sebagaimana pun hebatnya kita harus bekerja untuk partai yang latar belakangnya berbeda," tukasnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)