Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin merespons terkait isu Partai Golkar bakal membuat koalisi baru.
Ujang mengatakan, wacana koalisi baru yang disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin, itu sah-sah saja.
Sebab menurutnya, Golkar harus menjadi partai penentu, bukan hanya sekadar follower atau pengikut di Pilpres 2024 mendatang.
Baca juga: AHY Akan Sampaikan Pidato Politik Malam Ini, Demokrat: Tawarkan 14 Agenda Perubahan Pemilu 2024
Golkar harus menjadi partai yang penentu. Jangan hanya jadi partai yang nanti ketinggalan gerbang, lalu menjadi follower di Pemilu 2024
"Jadi dalam konteks itu, Golkar harus menjadi partai yang penentu. Jangan hanya jadi partai yang nanti ketinggalan gerbang, lalu menjadi follower di Pemilu 2024 nanti," kata Ujang, saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (14/7/2023).
"Jadi kalau seandainya ada koalisi Dji Sam Soe, 234 gitu kan ya, lalu juga misalkan ada wacana koalisi baru, itu bagus," ucapnya.
Lebih lanjut, Ujang mengatakan, seandainya ada koalisi baru yang dibentuk Golkar, itu akan memberikan dampak positif agar masyarakat memiliki banyak pilihan calon pemimpin, di 2024 nanti.
Baca juga: Pengamat: Jika Golkar Ingin Buat Poros Baru, Capres-Cawapres yang Ditawarkan Harus Punya Nilai Jual
"Oleh karena itu, kalau terkait koalisi baru, ya kita dukung, biar ada tiga atau empat poros koalisi. Dan itu menjadi sesuatu yang bagus dalam demokrasi. Menghadirkan banyak pilihan. Menghadirkan banyak capres-cawapres, sehingga masyarakat bisa memilih siapapun yang diinginkannya," jelasnya.
Kemudian, Ujang menerangkan, koalisi apapun yang nantinya menjadi pelabuhan Golkar jelang Pilpres 2024, pada intinya yang ditawarkan dari partai berlambang pohon beringin itu adalah sosok Ketua Umum Airlangga Hartarto, untuk menjadi capres atau cawapres.
Keikutsertaan Airlangga dalam kontestasi nantinya, menurut Ujang, dapat menjadi pembuktian, apakah Menko Perekonomian itu benar-benar memiliki elektabilitas atau tidak.
"Tetapi yang ditawarkan Golkar itu sejatinya siapa, capresnya. Apakah Airlangga, apakah memang punya elektabilitas yang tinggi atau tidak, kan begitu," kata Ujang.
Sebab, ia berpandangan, berkoalisi untuk maju di Pilpres dilakukan untuk menggapai tujuan utama, yaitu kemenangan.
Sedangkan, elektabilitas itu menjadi tolak ukur kemenangan tersebut.