Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus bakal calon presiden (bacapres) Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto bercerita sering dikhianati dan dibohongi.
Cerita itu diungkap saat orasi politik di hadapan ratusan kader Partai Gelora.
Orasi politik itu saat Partai Gelora mendeklarasikan diri terhadap Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) di Djakarta Theater, Jakarta, Sabtu (2/9/2023).
Awalnya, Prabowo bercerita ada awak media yang bertanya kepada dirinya sering dibohongi dan dikhianati.
Baca juga: Kelakar Prabowo saat Partai Gelora Deklarasi Dukung Dirinya Sebagai Capres: Hidup PKB!
Lalu, Ia pun menjawab tidak masalah asalkan bukan dirinya yang mengkhianati orang lain.
"Ada dulu wartawan mungkin mau memancing saya, Pak Prabowo kok sering dibohongi ya dan sering dikhianati ya?" kata Prabowo dalam pidatonya di acara deklarasi dukungan dari Partai Gelora di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Sabtu (2/9/2023).
"Saya jawab, spontan saja, boleh Prabowo dibohongi, boleh Prabowo dikhianati. Yang penting, jangan Prabowo bohong dan Prabowo berkhianat," lanjutnya.
Menteri Pertahanan RI itu pun menyerahkan masyarakat yang menilai terkait siapa yang dinilai telah berkhianat kepada bangsa dan negara.
"Rakyat yang akan melihat, rakyat akan menilai, rakyat yang akan memberikan suara, dan yang paling utama adalah sejarah mencatat siapa di atas jalan yang benar dan siapa yang berkhianat kepada bangsa dan negara," jelas Prabowo.
Di sisi lain, Prabowo mengungkapkan perdamaian memerlukan jiwa yang besar. Dia mengungkit bahwa dirinya juga sempat tuding pengkhianat oleh pendukungnya sendiri karena mendukung Presiden Jokowi.
"Saya pun ditentang tadinya bergabung, ditentang saya oleh pengikut-pengikut saya sendiri. Saya dituduh pengkhianat. Memang, akhir-akhir ini memang sarat dengan aroma-aroma pengkhianatan," tutur dia.
"Jadi saya dituduh pengkhianat oleh pengikut saya. Karena saya mau bergabung dengan Pak Jokowi, akhirnya ya saya harus menjelaskan, lama-lama mereka paham. Jadi politik adu domba, politik pembelahan. Semakin Indonesia tidak bersatu, semakin kekuatan-kekuatan tertentu di dunia ini senang, lihat kenapa? Kita terlalu besar, kita terlalu kaya," sambungnya.