TRIBUNNEWS.com - Menjelang Pemilu serentak 2024, partai-partai politik (parpol) pasti sedang atau bahkan sedang mempersiapkan biaya politik masing-masing.
Selama ini, biaya politik di Indonesia termasuk mahal.
Pada 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan untuk menjadi anggota DPR, DPRD, atau kepala daerah, para calon sedikitnya harus memiliki modal politik sebesar Rp20-30 miliar.
Lalu, untuk tingkatan calon gubernur, nilainya lebih besar lagi, yaitu mencapai Rp100 miliar.
"KPK sangat menyadari biaya politik di negeri ini mahal, menjadi anggota DPR, DPRD, kepala daerah tidak ada yang gratis."
Baca juga: AHY, Erick, dan RK Dinilai Sosok Potensial Jadi Cawapres Prabowo, Mahfud dan Sandiaga untuk Ganjar
"Kami telah melakukan survei, dana yang harus dimiliki para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II saja sebesar Rp20-30 miliar. Untuk gubernur, harus memiliki dana Rp100 miliar," ungkap Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Kamis (30/6/2023), dikutip dari dpd.go.id.
Baru-baru ini, Ketua Umum PKB yang juga calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, juga mengungkapkan biaya politik di Indonesia mahal.
Untuk menjadi anggota DPR yang maju dari daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta, kata Cak Imin, minimal caleg harus mengeluarkan uang sebanyak Rp40 miliar.
Menurutnya, caleg yang 'hanya' memiliki modal di kisaran Rp25 miliar, banyak yang tak berhasil menjadi wakil rakyat.
"Di Jakarta ini, teman-teman saya yang jadi tiga sampai empat kali (anggota DPR RI), itu kira-kira buat orang NU akan sangat tidak mungkin jadi DPR dari DKI Jakarta," kata Cak Imin saat dalam acara Pidato Kebudayaan di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta, Jumat (11/8/2023), dilansir Kompas.com.
"Cost-nya sekitar Rp40 miliar. Ada yang (mengeluarkan biaya) Rp20 miliar enggak jadi. Ada yang Rp25 miliar enggak jadi," beber dia.
Mengenai mahalnya biaya politik di Indonesia, tiga bakal calon presiden (bacapres), yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, memiliki strategi masing-masing.
Dalam acara Mata Najwa bertajuk 3 Bacapres Bicara Gagasan yang digelar di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Selasa (19/9/2023) malam, Anies, Ganjar, dan Prabowo, disinggung mengenai biaya politik.
Lantas, seperti apa strategi yang akan dilakukan tiga bacapres terkait biaya politik Pilpres 2024?
Anies Baswedan
Anies Baswedan menjadi bacapres yang pertama kali dideklarasikan, yaitu pada Oktober 2022.
Sejak saat itu, Anies getol melakukan sosialisasi ke berbagai daerah.
Anies mengatakan selama ia sosialisasi ke banyak tempat, banyak pihak yang membantu dirinya.
Baca juga: Survei IPS September 2023: Prabowo Unggul di Top of Mind dan Simulasi 3 Nama Bacapres
Namun, bantuan tersebut tak melulu dalam bentuk uang.
Tak hanya itu, Anies mengungkapkan banyak relawan yang mendukung dirinya di-support oleh perusahaan-perusahaan yang bersedia membantu dirinya.
"Begitu banyak yang membantu, mayoritas bantuannya tidak dalam bentuk rupiah. Kami dipinjami rumah, dipinjami kendaraan."
"Staf-staf yang kita bekerja bersama, sebagian adalah mereka dibayar oleh perusahaan-perusahaan yang mau membantu kita," ungkap Anies dalam tayangan Mata Najwa, Selasa, dikutip Tribunnews.com.
Lebih lanjut, Anies membeberkan strategi pembiayaan politik untuk dirinya maju capres.
Ia mengatakan saat ini Koalisi Perubahan, koalisi yang mengusungnya, memiliki lebih dari 600 relawan yang tersebar di berbagai wilayah.
Ratusan relawan tersebut, kata Anies, melakukan fundraising untuk persiapan kampanye dirinya, termasuk saat eks Gubernur DKI Jakarta ini berkunjung ke sebuah daerah.
"Kita tidak berencana mengumpulkan uang. Ada lebih dari 600 relawan, semua melakukan fundraising di tempatnya masing-masing, bukan kami mengumpulkan dana."
"Mereka mengumpulkan, mereka bekerja. Kalau saya datang ke sebuah tempat, maka tuan rumah di sana yang akan meng-handle seluruh biaya, ini menjadi sebuah iuran," beber Anies Baswedan.
Selain fundraising, Anies mengungkapkan saat ini pihaknya memilih membuat konten alat-alat peraga yang bisa diunduh bebas oleh relawan untuk masa kampanye mendatang.
Anies mengakui, masa-masa kampanye adalah masa yang paling banyak menghabiskan uang.
Karena itu, Anies ingin kampanyenya bisa dilakukan secara mandiri oleh relawan-relawan atau parpol pengusungnya.
"Nanti (yang) paling mahal adalah ketika menjelang kampanye, produksi alat-alat peraga. Apa yang sekarang kami lakukan?"
"Kami membuat kontennya, kami taruh di iCloud, dan kami izinkan siapa saja memproduksi kaus, memproduksi banner dari konten yang kami buat," tuturnya.
"Kami sendiri tidak mencetak, tapi kami menyiapkan kontennya," imbuh dia.
Baca juga: Elektabilitas Bacapres Belum Ada yang Sentuh 60 Persen, Pengamat: Semuanya Masih Berpeluang
Ganjar Pranowo
Berbeda dari Anies Baswedan, Ganjar Pranowo justru mengaku dirinya tak ambil pusing soal biaya politik.
Pasalnya, kata Ganjar, PDIP selaku partainya, tak membebankan biaya politik kepadanya.
Ganjar menyebut biaya politik sudah disiapkan secara gotong royong oleh parpol pengusungnya, terlebih untuk saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Ada partai yang mengusung, dan besok itu, untuk pertama kalinya, (pilpres) dengan pilihan legislatif bersama. Maka sekarang soal pembiayaan dari partai menyiapkan, jadi nanti saksinya tidak sendiri-sendiri, saksinya bersama."
"Sebenarnya pembiayaan gotong royong sudah disiapkan untuk mereka (saksi). Saya ternyata tidak diberikan tugas untuk itu (biaya politik). Maka saya berjalan saja sesuai penugasan saya, sebagai seorang capres," urai Ganjar Pranowo dalam acara Mata Najwa.
Lebih lanjut, Ganjar kemudian mengatakan ia mendapat penawaran dari anak muda Indonesia yang tinggal di Amerika Serikat (AS).
Anak muda itu, yang disebut Ganjar tidak terlalu kenal dengannya, menawarkan hendak membantu Ganjar untuk mempersiapkan aplikasi yang dapat digunakan selama kampanye.
Aplikasi itu, kata Ganjar, dapat digunakan untuk membuat donasi sekaligus menjual merchandise, yang nanti hasilnya bisa digunakan untuk keperluan kampanye.
"Seorang anak muda Indonesia, yang tinggal di Amerika, tiba-tiba telepon saya, saya tidak terlalu kenal."
"Lalu dia sampaikan kepada saya, 'Mas saya mau bantu. Saya nggak kenal, tapi saya mau bantu Mas Ganjar'," ujar Ganjar.
"'Saya punya aplikasi', aplikasi ini bisa kita pakai untuk berkomunikasi dengan publik, menyampaikan gagasan, ide, dan sebagainya, termasuk bagaimana fundraising dilakukan."
"Ada dua, donasi yang bisa diberikan oleh mereka, dan yang kedua kita bisa menjual merchandise di sana," urai Ganjar Pranowo.
Ganjar lantas menyinggung soal donasi untuk kampanye pemilu yang termuat dalam Undang-undang Pemilihan Presiden.
Baca juga: Puan Bicara Kemungkinan Ganjar Jadi Bacawapres, Gerindra Tegaskan Prabowo Tetap Harus Jadi Bacapres
Ia mengatakan, donasi bisa dilakukan, selama itu transparan dan akuntabel.
"Dan ada sebenarnya ketentuan di UU Pilpres, pilihan legislatif itu, donasi itu bisa dilakukan kok secara terbuka."
"Yang penting transparan, bisa akuntabel, dan kelak kemudian pasti akan dimintai pertanggung jawabannya ketika nanti mereka melakukan selama perjalanan kampanye sampai kemudian di akhir," pungkasnya.
Prabowo Subianto
Dibandingkan dua bacapres lainnya, Prabowo Subianto adalah bacapres 'senior' dimana Pilpres 2024 ini adalah yang ketiga kalinya ia mencalonkan diri sebagai pemimpin Indonesia.
"Apakah itu artinya Bapak relatif aman? Karena toh duit Bapak banyak, padahal sudah nyapres tiga kali," gurau Najwa Shihab menyinggung soal biaya politik saat melihat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Prabowo.
Ketua Umum Gerindra ini menjelaskan, meski hartanya mencapai triliunan rupiah, ia tetap mengalami kesulitan terkait aset dan usaha miliknya.
"Saya banyak aset, tapi tidak besifat cash. Bahkan banyak aset saya, pabrik saya, mandek karena saya tidak dapat kredit," aku Prabowo.
Prabowo bahkan secara blak-blakan mengaku, ia pernah menjual aset-asetnya untuk mencukupi keburuhan Gerindra.
"Kadang-kadang saya terpaksa, saya jual aset, saya jual tanah, untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan partai saya," ujar dia.
Namun, demi membiayai kebutuhan Gerindra, Prabowo mengaku tak masalah.
Pasalnya, menurut Prabowo, justru selama ini Gerindra lah yang banyak membiayai dirinya.
"Tapi, sekarang saya dengan gagah, berani, mengatakan partai saya yang banyak membiayai saya."
"Kalau saya panggil anggota saya, mereka kadang-kadang bayar sendiri," ungkapnya.
Tak hanya itu, lanjut Prabowo, Gerindra selama ini sudah melakukan self financing di berbagai tingkatan.
Ia mengaku tak pernah memberi uang untuk DPD atau DPC Gerindra.
"Sekarang self financing sudah berjalan. Contoh, tidak pernah saya kasih uang untuk Gerindra di provinsi, Gerindra di kabupaten, mereka (membiayai) sendiri, mereka bikin kantor sendiri," beber Prabowo.
"Kalau partai yang semangat, partai punya idealisme, itu akan bayar sendiri," tandas dia.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Tatang Guritno)