TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam membuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) harus membuat klausul tegas bahwa kepala daerah yang boleh maju capres atau cawapres hanya gubernur saja.
“Putusan MK itu nanti harus diperjelas dalam PKPU. Jadi PKPU-nya nanti dinyatakan bahwa putusan MK itu hanya dapat dimaknai (capres/cawapres di bawah 40 tahun) hanya boleh mereka yang pernah menjabat sebagai gubernur,” kata Ray Rangkuti, Selasa (17/10/2023).
Adapun bupati/wali kota, lanjutnya, tidak dapat mencalonkan diri karena tidak dinyatakan secara eksplisit dalam putusan MK.
Baca juga: Feri Amsari: 5 Hakim MK Bolehkan Orang yang Berpengalaman Gubernur Jadi Capres atau Cawapres
Putusan MK hanya menyatakan mereka yang berada di posisi sebagai gubernur.
Dijelaskan Ray, dalam putusan MK sebenarnya hanya ada tiga hakim yang setuju bupati/walikota/gubernur boleh maju menjadi calon presiden atau wakil presiden.
Sisanya adalah dua yang menerima dengan syarat (hanya gubernur saja yang boleh) dan empat lainnya menolak bupati/walikota/gubernur bisa maju sebagai capres/cawapres.
“Jadi sebenarnya posisinya adalah hakim MK yang setuju bupati/wali kota, dan gubernur jadi capres/cawapres hanya tiga. Sedangkan yang lain menolak bupati/walikota bisa jadi capres/cawapres,” ungkap Ray.
Kalaupu dua pendapat hakim yang menyatakan boleh maju capres/cawapres dianggap abstain, maka komposisinya adalah tiga menerima dan empat menolak.
“Yang menjadi pertanyaan adalah keputusan MK yang dibacakan," kata dia.
Jika PKPU-nya nanti tetap mencantumkan bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota bisa maju capres/cawapres, menurut Ray Rangkuti, publik bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Ganjar Ogah Tanggapi Putusan MK: Saya Manten, Nggak Enak Nanti
“Jika PKPU diujikan ke Mahkamah Agung, maka dinyatakan untuk sementara posisi (bupati/wali kota) adalah status quo. Karena sedang diujikan masyarakat ke MA,” kata Ray.