TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai keputusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia capres-cawapres menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah, hanya untuk kepentingan penguasa.
"Jadi, ya, kelihatannya memang ini desain TSM, atau bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, dari kelompok tertentu untuk menggunakan Mahkamah Konstitusi melegalkan Gibran sebagai bakal cawapres," kata Ujang saat dikonfirmasi, Rabu (18/10/2023).
Menurut Ujang, keputusan tersebut menunjukkan bahwa hakim MK tidak bersikap seperti negarawan karena keputusan yang diambil hanya untuk kepentingan keluarga Presiden Joko Widodo dalam meloloskan putra sulungnya, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal cawapres.
Dia menilai hakim-hakim konstitusi seharusnya bisa mengedepankan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara; bukan kepentingan mengakomodasi peluang putra presiden maju di Pilpres 2024.
"Di mana instrumen dan institusi hukum di Indonesia bisa dikendalikan oleh pihak penguasa," jelasnya.