Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitus (MKMK) bakal memutus etik para hakim konstitusi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas Tsaqibbirru, Selasa(7/11/2023).
Terkait hal tersebut Pakar Hukum Universitas Kristen Indonesia(UKI) Sangap Surbakti mengingatkan bahwa substansi tugas dan keberadaan MKMK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie hanya menyangkut etika dan perilaku hakim.
"Sekali lagi saya ingatkan, putusan MK itu final dan mengikat sebagaimana yang tertuang dalam UU No 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Jadi, Prof Jimly jangan mengurusi hal yang tidak substansi atas MKMK itu," kata Sangap dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Senin (6/11/2023).
Dia pun mencontohkan, kasus yang dialami oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar yang dipecat akibat perkara tindak pidana korupsi.
"Apakah ketika Pak Akil dipecat karena perkaranya itu lantas putusan perkara yang dia tangani batal atau disidang ulang? Kan tidak. Sepengetahuan saya sampai hari ini putusan itu tetap berlaku," ujarnya.
Ketua Pengurus Pusat (PP) Jaringan Nasional Aktivis 98 ini juga menyoroti soal pernyataan Jimly yang menyebut putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dapat dibatalkan oleh MKMK.
Pernyataan Jimly tersebut ternyata memantik keresahan tersendiri.
Seharusnya, sambung Sangap, Jimly tidak bergenit ria apalagi melakukan manuver politik melalui pernyataannya.
Profesor sekaliber Jimly, lanjut Sangap, seharusnya meletakan permasalahan sesuai dengan kadar hukum yang berlaku.
"Jadi begini, MKMK inikan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, jadi dia (Jimly) berbicara soal bagaimana Mahkamah ke depannya saja. Bukan mencampuri keberlakuan putusan yang telah diambil," ucapnya.
Baca juga: Nusron: Kalau Hakim MK Terbukti Melanggar Kode Etik, Tinggal Diberi Sanksi Saja
"Saya jadi apatis terhadap keberadaan MKMK yang dipimpin Jimly ini," tambah Sangap.