"Kalau sanksinya adalah sebagaimana ditentukan PMK pemberhentian tidak hormat dari anggota maka itu di haruskan diberi kesempatan untuk majelis banding."
"Majelis banding dibentuk berdasarkan PMK itu. Nah, membuat putusan majelis kehormatan tidak pasti," kata Jimly, Selasa (8/11/2023) dikutip dari YouTube KompasTV.
Jimly mengingatkan, saat ini Indonesia sedang menghadapi proses persiapan Pemilu 2024.
Indonesia memerlukan kepastian hukum yang adil menjelang pemilu agar damai dan terpercaya.
Kepastian hukum itu bisa didapat dengan putusan yang menyatakan Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK.
Sebab, putusan itu bisa langsung berlaku pada hari Selasa (7/11/2023) dan penggantian Ketua MK bisa dilakukan dalam waktu 2 x 24 jam.
"Sedangkan kita sedang menghadapi proses persiapan pemilihan umum yang sudah dekat."
"Oleh karena itu, kami memutuskan berhenti dari ketua sehingga ketentuan mengenai majelis banding tidak berlaku. Karena tidak berlaku, maka putusan MKMK yang dibaca mulai berlaku."
Sehingga kepastian hukum jelang Pemilu 2024 akan didapat," jelas Jimly.
Denny Indrayana: Putusan Bisa Tetap Dijalankan Lebih Dulu Meski Ada Upaya Hukum Banding
Di sisi lain Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, memberikan pendapat yang berbeda dengan Jimly.
Denny memprihatinkan pertimbangan MKMK yang memutus Anwar Usman tersebut hanya karena menghindari banding.
Padahal menurutnya, putusan MKMK bisa dijalankan terlebih dahulu meskipun ada upaya banding dari hakim yang dijatuhi sanksi tersebut.
"Karena alasan menghindari banding, MKMK memilih hanya memberhentikan Anwar Usman dari posisi sebagai Ketua MK."