News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Denny Indrayana Bicara Kriteria Ketua MK Baru Pengganti Anwar Usman: Negarawan yang Berintegritas

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyampaikan soal kriteria hakim yang tepat mengisi jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyampaikan soal kriteria hakim yang tepat mengisi jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal ini sesuai Putusan MKMK Nomor Nomor 2/MKMK/L/11/2023, menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan memberikan sanksi pencopotan jabatan dari Ketua MK.

Baca juga: Nilai Putusan Bermasalah, YLBHI: MKMK Berkompromi Terhadap Pelanggaran Etik Anwar Usman

Anwar Usman masih berada dalam jajaran Hakim Konstitusi.

Denny mengatakan, Ketua MK terpilih nantinya pasti memiliki tugas berat untuk mengembalikan marwah MK. Terlebih setelah munculnya julukan 'Mahkamah Keluarga'.

Oleh karena itu, menurutnya, Ketua MK terpilih nantinya harus negarawan yang memiliki integritas.

Selain itu, memiliki visi untuk menyelamatkan dan menguatkan wibawa MK.

Meski demikian, Denny enggan menyebutkan siapa sosok yang menurutnya tepat mengisi jabatan Ketua MK tersebut.

"Jangan nama lah. Kita tentukan kriteria saja. Negarawan yang berintegritas, punya visi menyelamatkan dan menguatkan lagi wibawa MK," kata Denny, kepada Tribunnews.com, Kamis (9/11/2023).

Denny kemudian mengatakan, kriteria Ketua MK baru yang terpilih nantinya, juga harus hakim konstitusi yang paling ringan dan sedikit mendapatkan sanksi etik sebelumnya.

Baca juga: Putusan MKMK Pecat Anwar Usman, Ketua TKN Prabowo-Gibran: Kami Hormati dan Patuhi

Kemudian, juga sosok yang mampu menyatukan kembali kerja sama di antara hakim konstitusi.

"Dan paling ringan serta sedikit mendapatkan sanksi etik sebelumnya, punya kemampuan leadership dan bisa menyatukan lagi kerja sama di antara hakim konstitusi," ucap Denny.

Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar pemilihan pimpinan baru, Kamis (9/11/2023).

Hal tersebut menindaklanjuti Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Nomor Nomor 2/MKMK/L/11/2023, yang menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat dan memberikan sanksi pencopotan jabatan dari Ketua MK.

Sekjen MK Heru Setiawan menyampaikan, pemilihan ketua baru peradilan konstitusi itu akan digelar pukul 09.00 WIB.

Adapun terkait mekanisme pemilihan ketua MK baru nantinya sesuai yang diatur dalam Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pemilihan Pimpinan MK.

"Sesuai dengan Putusan MKMK, esok hari pukul 09.00 WIB, akan melaksanakan PMK Nomor 6/2023 tentang pemilihan pimpinan MK," kata Heru, dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).

Heru mengatakan, proses pemilihan akan diawali dengan musyawarah mufakat.

"Dimulai dari upaya untuk musyawarah mufakat, dan seterusnya," jelas Heru.

Baca juga: Agar Tak Jadi Beban, Setara Institute Desak Anwar Usman Undur Diri dari Jabatan Hakim MK

Sebelumnya, Hakim Konstitusi Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal tersebut ditegaskan dalam putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait laporan dugaan pelanggaran etik mengenai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan," ucap Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang di gedung MK, Selasa (7/11/2023).

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," tegas Jimly.

Terkait hal itu, Jimly memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra untuk dalam waktu 2x24 jam sejak Putusan tersebut selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, Jimly menegaskan, Anwar Usman tidak boleh mencalonlan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

"Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir," ucapnya.

"Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," sambung Jimly.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum lewat sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta pada Senin (16/10/2023).

Putusan ini terkait gugatan dari mahasiswa yang bernama Almas Tsaqibbirru Re A dengan kuasa hukum Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk dengan nomor gugatan 90/PUU-XXI/2023 dibacakan oleh Manahan Sitompul selaku Hakim Anggota.

Pada gugatan ini, pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman, di dalam persidangan, Senin (16/10/2023).

Sehingga Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi:

"Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah."

Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

Imbasnya, saat ini MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim terkait putusan tersebut.

MKMK juga telah memeriksa semua pelapor dan para hakim terlapor, hingga putusan terkait dugaan pelanggaran etik itu siap dibacakan, pada Selasa (7/11/2023) sore pukul 16.00 WIB, di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini