TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Presiden (Capres) Ganjar Pranowo, secara tegas menyatakan akan memperbaiki beberapa kekeliruan yang dianggapnya terjadi selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan ini disampaikan Ganjar dalam acara Sarasehan 100 Ekonom di Jakarta.
Ganjar menyebut ada enam program ekonomi yang dianggap meleset selama kepemimpinan Jokowi.
Ia menegaskan kesiapannya untuk memperbaiki aspek-aspek yang dinilai tidak tepat dalam program-program tersebut.
"Di Infrastruktur itu 10 tahun pak Jokowi sudah lakukan itu. Tapi ada protes,” tutur Ganjar.
Berikut enam hal yang disebut Ganjar sebagai kekeliruan pemerintahan Jokowi
1. Infrastruktur Dibangun Namun Sepi Pengguna
Sejumlah mega proyek infrastruktur telah dibangun oleh Jokowi dengan anggaran sekitar Rp 391,7 triliun, dari target Rp 177,9 triliun di tahun 2023. Salah satu proyek andalan Jokowi ialah pembangunan jalan tol hingga 35 bandara baru.
Ganjar tidak menyalahkan dengan adanya pembangunan yang dilakukan, karena telah memberikan akses baru. Namun kekeliuran Jokowi dipandang dari sektor ekosistem masyarakat di wilayah tersebut.
Tingkat ekonomi masyarakat antar daerah di kawasan pembangunan tersebut dinilai sangat timpang, dan pada akhirnya, infrastruktur yang telah dibangun tidak termanfaatkan dengan baik.
"Jadi nilai tambah infrastruktur yang ada dan kota tidak makin berat dengan migrasi, dan desanya bisa tumbuh, dan jangan dijadikan kota, biarkan kearifannya mucul. Istilahnya, negoro moro toto, Desa moro coro," ucap Ganjar.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2023, kemiskinan di perdesaan 12,22 persen, sementara di perkotaan 7,29%. Secara total, kemiskinan populasi Indonesia setara dengan 25,90 juta orang.
2. Pengembangan Sektor Krusial yang Tidak Optimal
Kemudian Ganjar juga menyoroti bagaimana upaya Jokowi dalam membangun industri seperti pertambangan dan perkebunan. Dua sektor penting ini dianggap hanya memberikan keuntungan pada pemilik modal, sementara masyarakat hanya sebagai penonton dan korban.
Ganjar menilai kalau baiknya pemerintah hadir sebagai jembatan antara pengusaha besar dan lokal, sehingga bisa melakukan pemberian tepat sasaran, yang kini belum terwujud. Menurut Ganjar, seharunya pemerintah pusat bisa menjembatani antara pengusaha besar dengan lokal, pemanfaatan riset dan pemberian yang kini belum tepat sasaran.
Lebih dari itu, Ganjar juga menyinggung perihal pembangunan sektor maritim yang selama sembilan tahun terakhir tidak memiliki perubahan signifikan. Misalnya pada kekuatan sumber daya kelautan dan perikanan, dimana Indonesia saat ini memiliki jumlah tangkapan ikan yang masih kalah dibanding negara tetangga.
“Pemerintah harus membantu sekalipun diperlukan perubahan regulasi. Kemudian terjun langsung ke lokasi untuk mengetahui kendala dunia usaha di bidang tersebut, termasuk pemberian subsidi solar untuk nelayan,” papar Ganjar.
3. Transisi Energi dengan Biaya Tinggi
Rencana pemerintah dalam memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) merupakan generator pembaruan dengan potensi 3.700 GW yang terbangun secara bertahap. Namun disamping itu, ada biaya yang harus ditanggung demi menyelamatkan Indonesia dari malapetaka lingkungan.
Ganjar menyebut kalau EBT memang akan mampu mengurangi polisi di Indonesia, tapi kalau tidak diimbangi dengan investasi sebesar Rp 1.300 triliun, maka hal tersebut justru akan mendatangan bencana bagi negara.
"Di transisi hijau, kalau mau mengurangi kerusakan lingkungan angkanya Rp 1.300 triliun, padahal kalau ada polusi ini duitnya terserap segitu juga,” ungkap Ganjar.
Maka dari itu, Ganjar berencana untuk mengundang investor dunia untuk berinvestasi di Indonesia terkait EBT.
"Mau gak investasi ke EBT Indonesia, Anda butuh investasi ke sini. Tapi Anda butuh energi yang besar,” jelasnya.
4. Peningkatan Sumber Daya Manusia
Ganjar akan memperbaiki sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM) dengan mengevaluasi sistem pendidikan, serta menekan angka stunting ke 12% dan angka kematian ibu (AKI).
Tidak hanya itu, sistem pendidikan yang berintegrasi juga akan dibangun melalui kurikulum siap kerja yang disediakan oleh swasta untuk universitas.
"Momentum ini harus dipakai karena kita punya bonus demografi. Kira-kira 10-13 tahun ke depan. Jangan sampai ini jadi malapetaka demografi,” tegasnya.
5. Selamatkan BUMN dari Kebangkrutan
Pembangunan infrastruktur yang besar-besaran telah mengorbankan sejumlah BUMN. Menurut Ganjar, ini dikarenakan kesiapan yang dipaksakan oleh para perusahaan ‘pelat merah’ dalam mengemban tugas pembangunan proyek.
Dan dari situ, maka timbulah dugaan kuat adanya oknum yang ‘bermain’, sehingga berdampak buruk pada perusahaan-perusahaan BUMN terkait.
"Ini yang saya maksud sebagai sesuatu yang prudent. Kita gak boleh ugal-ugalan," tutur Ganjar.
Sebagaimana diketahui, dalam setahun terakhir terungkap masalah pada sejumlah BUMN Karya. Hal ini berujung hingga utang vendor yang menumpuk dan gagal bayar surat utang.
Oleh karenanya, Ganjar telah menyiapkan kajian perusahaan-perusahaan BUMN Karya, bersama Mahfud MD. Sementara itu, pemerintah telah mengalokasikan anggaran khusus untuk menyelamatkan BUMN karya yang kini hampir karam ditelan utang.
6. Kembalikan Bulog Seperti Semula
Ganjar menganggap bahwa Perum Bulog perlu dikembalikan pada fungsinya. Dengan begitu, praktik oligopoli pangan dalam negeri dapat dicegah.
Sebab hal ini melirik pada produksi bawang putih dalam negeri yang terus menyusut. Padahal, menurut Ganjar, mahasiswa dari perguruan tinggi dan para peneliti dapat membantu pengembangan varian bawang putih yang paling cocok di Tanah Air.
“Ayo siapa yang bermain? Makelar. Maka petani diminta menanam itu nggak mau. Apa komentarnya? Karena bukan tanaman kita, sulit, ini tanaman subtropis. Ada perguruan tinggi, kasih penugasan," kata Ganjar.
“Kembalikan Bulog ke fungsi awal. Pangan jangan dilempar ke pasar. Pangan harus dikuasai negara, karena ini hidup mati bangsa," tambahnya.
Dan perbaikan yang ditawarkan Ganjar ialah pertimbangan untuk menggaet Brunei Darussalam hingga Malaysia dalam membangun industri pupuk di kalimantan.
"Bicara pertanian yang saat ini pupuknya sampai saat ini masih jadi masalah berat, kenapa nggak bangun industri pupuk di Kalimantan, dengan Malaysia dan Brunei Darussalam? Supaya suplainya dekat, supaya nggak oligopoli," pungkas Ganjar.