TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menyampaikan orasi politiknya di Ballroom Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/11/2023).
Orasi politik Surya Paloh dilakukan di saat perayaan HUT ke-12 Partai NasDem.
Dalam kesempatan itu Surya Paloh menyampaikan sejumlah hal.
1. Sindir penguasa yang tak adil
Surya Paloh mengatakan penguasa yang berlaku tidak adil demi kepentingannya sendiri tidak bisa dibiarkan.
Apalagi, jika kepentingan itu menjadikan pemilu tidak adil dengan mengubah peraturan peradilan.
"Hukum ketentuan dalam segala perundang-undangan dan lembaga peradilan adalah manifestasi dari keadilan. Dalam sebuah kompetisi, secara fairness adalah bentuk rasa keadilan itu" jelas Surya Paloh.
"Kita tak bisa diam ketika ada penguasa yang berlaku tidak adil demi kepentingan tertentu, demi kepentingan kelompoknya," tambah dia.
Menurutnya Indonesia bisa saja mengalami kondisi yang sulit asalkan didasari oleh nilai keadilan, nilai kepatutan dan kepantasan.
"Sebaliknya, mau kesejahteraan apa pun, semakmur apa pun suatu bangsa jika tidak ada keadilan di dalamnya, maka gugatan demi gugatan lah yang akan terus datang silih berganti," jelas dia.
Baca juga: Surya Paloh: Tak Ada Kekuasaan yang Pernah Diizinkan Bertakhta Terus-menerus Sepanjang Zaman
Paloh mengatakan, rasa keadilan adalah sprilitualisme yang menuntun manusi. Untuk itu, di negara makmur sekalipun, tetap ada lembaga peradilan.
"Itu karena keadilan bukan hanya tentang kemakmuran dan kesejahteraan saja," ucap dia.
2. Singgung orang tua calonkan anaknya jadi cawapres
Surya Paloh mengatakan dirinya tidak akan mencalonkan anaknya sebagai cawapres meski memiliki kesempatan.
Hal itu dikatakan Surya Paloh saat menjawab pertanyaan seorang kadernya dari Jawa Timur soal apakah ia akan mencalonkan anaknya, Prananda Surya Paloh, sebagai cawapres.
"Saya pikir yang pertama saya coba intip dulu anak saya. Saya lihat baik-baik, dia ini cocok apa enggak, ya?" kata Surya Paloh.
Andaikata anaknya patut untuk dicalonkan, Surya Paloh kemudian menyinggung soal kepantasan.
"Walaupun saya pikir saya punya kesempatan untuk mencalonkan dia (anaknya) tapi saya pikir, pantas enggak dia?" ujar Surya.
Menurut Surya Paloh, sosok cawapres haruslah melewati sebuah proses.
Proses itulah yang kemudian menjadikan sang anak sosok yang matang.
"Orangtua dulu menyatakan kalau bisa dia harus mapan dulu. Bukan hasil peraman, nah ini yang saya harapkan. Jadi mungkin kalau anak saya berani bertanya kepada saya, maka saya akan katakan 'tunggu dulu, akan tiba saatnya, itupun kalau saya masih berumur panjang'," ujar dia.
3. Sebut tak ada kekuasaan yang tidak berakhir
Surya Paloh menyebut tidak ada kekuasaan yang terus-menerus bertakhta.
Menurut Surya Paloh, setiap kekuasaan akan berakhir.
"Tidak ada kekuasaan besar maupun kecil yang pernah diizinkan bertakhta terus-menerus sepanjang zaman," kata Surya Paloh, dikutip dari Kompas.com.
"Sejarah telah menyampaikan kepada kita, bahwa berapa besar pun kekuasaan manusia bisa satu waktu dia akan berakhir juga," kata dia.
Baca juga: Survei Poltracking Terbaru Ungkap Peta Dukungan Capres-Cawapres Berdasarkan Efek Elektoral Jokowi
Surya Paloh kemudian menyinggung perkataan Adam Malik dalam buku yang berjudul "In The Service of The Republic" bahwa penguasa akan terus bergantian, tetapi negarawan tetap hidup bersama bangsa.
Dalam pidatonya, Paloh juga mengatakan bahwa dibutuhkan keberanian dalam berpolitik agar selalu memegang prinsi-prinsip dalam konstitusi.
4. Ungkap upaya bawa negara dan aparat untuk layani golongan
Surya Paloh juga menyinggung soal adanya upaya membawa negara dan aparat serta aparatur negara untuk melayani pribadi dan golongan.
Namun, Surya Paloh tidak menyebut secara jelas pribadi dan golongan mana.
"Maka, hari-hari ini kita melihat betapa banyaknya upaya membawa negara dan aparat dan aparaturnya melayani pribadi dan golongannya," kata Paloh.
Paloh melanjutkan, upaya membawa negara dan aparaturnya kepada kepentingan praktis semacam itu, telah melahirkan ketidakpercayaan sosial.
"Ketidakpercayaan rakyat kepada negara. Kritik muncul dalam bentuk sinisme dan cemoohan yang sudah sangat kasar sebagai bangsa yang beradab," sambungnya.
Dikatakannya, itu menjadi contoh negara yang mengalami penurunan derajat kewibawaan pada tingkatan yang paling rendah.
"Rakyat mengalami kesulitan menempatkan kepercayaannya kepada siapa. Maka hari-hari ini akan mudah sekali kita menemui rakyat yang cukup dapat memerintah dirinya sendiri," kata Paloh.
Ia menegaskan, saat ini bangsa berada di ujung tanduk kerusakan yang paling mencemaskan sepanjang kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kita berharap semua pemimpin nasional dan rakyat tidak kehilangan kontrol. Belajar dari berbagai peradaban yang besar. Kehilangan adab selalu melahirkan kebingungan ilmu dan pemimpin palsu," tegasnya.
5. Bakal melawan jika ada ketidakadilan
Surya Paloh menyatakan pihaknya tidak akan diam apabila ada penguasa yang bertindak tidak adil, demi untuk kepentingan kelompoknya.
"Kita semua bisa menerima untuk menjadi rakyat jelata asalkan itu berdasarkan pada keadilan. Sebaliknya kita tidak bisa tinggal diam ketika ada penguasa kekuasaan yang berlaku tidak adil demi kepentingan tertentu, demi kepentingan kelompoknya," katanya.
Ditegaskan Surya Paloh, pihaknya bakal menerima situasi apapun baik itu sedih atau nestapa asalkan muncul dari nilai keadilan.
"Nilai kepatutan dan kepantasan, sebaliknya kesejahteraan semakmur apapun suatu bangsa. Jika tidak ada keadilan di dalamnya maka gugatan demi gugatan yang datang silih berganti," terangnya.
Dikatakannya, keadilan adalah rasa, keadilan adalah spiritualisme. Keadaan yang dapat membimbing manusia pada hidup yang sesuai dengan sunnahtullah.
"Itulah kenapa di dalam negeri yang makmur dan sejahtera tetap ada lembaga yang peradilan itu. Karena keadilan bukan hanya tentang kemakmuran dan kesejahteraan saja," ungkapnya. (Tribunnews/Reza/Rahmat)