TRIBUNNEWS.COM - Capres yang diusung oleh koalisi PDIP, Ganjar Pranowo, mengatakan nilai rapor penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM) pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini jeblok.
Sebelumnya, dalam beberapa acara, Ganjar sempat menyebut nilai rapor penegakan hukum mencapai tujuh atau delapan.
Ganjar kemudian ditanya apakah saat ini nilai rapor itu sudah menurun.
"Betul," kata Ganjar saat menghadiri acara diskusi yang digelar oleh Ikatan Alumni Universitas Negeri Makassar (Iluni UNM) di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu, (18/11/2023), dikutip dari tayangan di kanal YouTube Kompas TV.
"Kasus kemarin kan menelanjangi semuanya dan kita dipertontonkan soal itu," katanya.
Dia tidak menjelaskan kasus apa yang dimaksudnya itu.
Baca juga: Bahas Penegakan Hukum Pemilu 2024, Komisi III DPR Raker Bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin
Ketika ditanya tentang penyebab jebloknya nilai itu, Ganjar menyinggung faktor rekayasa dan intervensi.
"Rekayasa dan intervensi yang kemudian membikin independensi menjadi ilmu dari yang imparsial menjadi parsial," ujar dia menjelaskan.
Ganjar kemudian ditanya apa yang akan dilakukannya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga penegakan hukum jika terpilih sebagai presiden.
"Ketika kewenangan itu ada dan diberikan kepada seorang pemimpin, yang kemudian membikin arusnya itu dibalik."
"Dukungan kedua adalah kolaborasi dengan kondisi sosiologi di masyarakat, agamawan, ilmuwan, budayawan, media," kata mantan Gubernur Jawa Tengah itu.
"Ketika kegelisahan itu semuanya muncul, rasanya ini yang mesti diakomodasi untuk kemudian membalikkan situasi itu, dan ketika regulasinya tidak mencukupi, jadi ubah regulasinya," kata dia.
Ganjar kemudian diminta menyebutkan nilai rapor pemerintahan Jokowi dalam hal hukum, HAM, dan pemberantaran korupsi, dari skala satu hingga sepuluh.
"Dengan kasus ini jeblok," katanya.
"Lima," ujar dia menambahkan.
Baca juga: Bertemu Tokoh Sepuh NU, TPN Ganjar-Mahfud Dicurhati Kemerosotan Penegakan Hukum dan Korupsi
Penegakan hukum disebut memburuk
Beberapa bulan lalu Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinegoro, mengkritik upaya penegakan hukum pada masa pemerintahan Jokowi yang dianggap belum memuaskan.
Menurut dia, penegakan hukum di tanah air makin buruk.
“Penegakan hukum kita, bak gasing, muter-muter di tempat, nggak ada kemajuan,” ujar Samito di Jakarta, Jumat, (1/9/2023).
Sasmito juga menyebut upaya penegakan hukum, terutama pemberantasan korupsi, tidak jelas arahnya.
Bahkan, menurutnya kasus-kasus besar yang merugikan keuangan negara malah diabaikan.
Satu di antaranya adalah kasus fasilitas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang membuat negara merugi ratusan triliun rupiah.
Padahal, menurut Sasmito, para penikmat fasilitas BLBI itu saat ini kaya raya. Oleh karena itu, fasilitas BLBI yang mereka terima wajib dikembalikan kepada negara.
Akan tetapi, kata dia, hal itu diduga sengaja dibiarkan oleh para penegak hukum.
Baca juga: Hasto Ungkap TPN Ganjar-Mahfud Mulai Dapat Tekanan, Singgung Pencopotan Baliho
Tandanya ialah para pengemplang BLBI hidup dengan aman dan nyaman serta tidak takut akan diproses secara hukum.
“Kasus Century Gate yang jelas liabilities bisa melemahkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Partai Demokrat bisa tereduksi juga beritanya dilupakan publik,” kata dia,
“Semua patut diduga kareena amnesia publik dengan Presiden Jokowi yang merasa yakin menggadang " putra mahkotanya, Gibran Raka Buming Raka, untuk maju ke pilpres,” kata dia.
“Cawapres boleh dengan berusia 35 tahun saja. Ini mengonfirmasikan peluang Gibran makin terbuka lebar,” ujarnya saat itu.
Gibran sendiri kini berhasil menjadi cawapres setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan putusan nomor 90/puu-xxi/2023 tentang batas usia capres dan cawapres.
(Tribunnews/Febri/Hasanudin Aco)